Abu Hurairah, Teman Setia Rasulullah
Dia merupakan sosok yang mencerminkan perubahan besar dalam tradisi Islam. Abu Hurairah merupakan intelektual terkemuka. Dia memiliki karunia yang tidak biasa berupa ingatannya yang kuat. Namun, dengan keberkahan tersebut, dia harus menghadapi ujian fitnah dari kelompok yang senang dengan tipu muslihat.
Karunia berupa pendengaran dan ingatan yang sangat baik dimanfaatkannya untuk mendengarkan, mengerti, dan menghafal banyak hadis. Itulah sebabnya dia mampu menghafal dan menceritakan hadis lebih dari sahabat Rasulullah lainnya.
Selama periode al-Wada’iin, para penulis pembohong menyalahgunakan reputasi Abu Hurairah untuk menceritakan tentang Rasulullah. Setiap kali membuat hadis palsu dengan mengutip Abu Hurairah, mereka berusaha membuat reputasi dan status Abu Hurairah sebagai narator tentang Nabi dipertanyakan.
Namun, karena pengabdian hidup untuk meriwayatkan hadis Nabi dan menolak setiap kepalsuan, Abu Hurairah diselamatkan dari kebohongan dan tipu daya tersebut.
Abu Hurairah merupakan sosok yang mencerminkan perubahan besar dalam tradisi Islam. Dia berubah dari seorang pekerja menjadi majikan, dari orang yang tak dikenal menjadi imam dan orang yang luar biasa, dari pemuja batu menjadi beriman kepada Allah.
Masa kecilnya sebagai anak yatim miskin membuatnya harus hidup penuh dengan kesungguhan. Dia berasal dari Yaman, suku Daus. Abu Hurairah lahir sekitar 21 tahun sebelum Hijriyah. Kemudian, dia bekerja kepada Busrah binti Ghazwaan untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari-hari.
Kesehariannya diisi dengan bekerja sebagai budak yang membantu majikan turun dari kuda dan berjalan bersamanya saat Ghazwaan berkuda. Setelah menjadi Muslim, majikannya pun dijadikan oleh Allah sebagai istrinya.
Pertama kali Abu Hurairah bertemu Rasulullah dan memeluk Islam pada tahun ketujuh Hijriyah, tepat saat Perang Khaibar. Setelah memeluk Islam, dia berjanji tidak akan terpisah dengan Rasulullah kecuali tidur. Dia pun tinggal dekat dengan Rasulullah selama empat tahun hingga Rasul wafat.
Setelah bersyahadat, pada masa awal kebangkitan Islam, Abu Hurairah menyadari pentingnya mereka menyimpan warisan dan ajarannya. Ada beberapa ahli Taurat di antara para sahabat yang biasa menulis, tetapi jumlahnya sedikit. Selain itu, beberapa dari mereka tidak memiliki waktu luang untuk bisa menulis setiap hadis yang diucapkan Rasulullah.
Abu Hurairah bukanlah seorang juru tulis, tetapi belajar dari hati, dan dia memiliki waktu luang. Sebab, dia tidak memiliki tanah untuk ditanam atau diperdagangkan untuk diurus.
Abu Hurairah bukanlah salah satu ahli Taurat, tetapi dia memiliki ingatan kuat yang membuatnya mengingat berbagai hal dengan cepat. Oleh karena itu, dia biasa tidak berpisah dari Rasul, baik dalam perjalanan maupun di lain waktu.
Dia pun mengabdikan dirinya dan ingatannya yang tepat untuk menghafal hadis dan perintah Rasulullah SAW. Ketika Nabi (SAW) meninggal, Abu Hurairah terus menceritakan perilaku dan ucapannya, yang membuat beberapa sahabat bertanya-tanya bagaimana dia dapat mengetahui semua hadis tersebut? Kapan dia mendengarnya?
Abu Hurairah menjawab, “Anda mengatakan bahwa Abu Hurairah menceritakan banyak tentang Rasulullah dan kelompok Muhajirin tidak menceritakannya. Tapi teman-teman saya kelompok Muhajirin sibuk dengan perdagangan mereka di pasar, dan teman-teman saya orang Anshar sibuk dengan tanah mereka. Saya adalah orang miskin, selalu duduk dengan Rasulullah, jadi saya hadir saat mereka absen, dan saya hafal jika mereka lupa.”
Selain itu, suatu hari Nabi (SAW) berkata, “Barang siapa yang menyebarkan pakaiannya sampai saya menyelesaikan ceramah saya, kemudian mengumpulkan ke dadanya, tidak akan pernah melupakan apa pun yang telah saya katakan. Oleh karena itu, saya menyebarkan pakaian saya dan dia mengarahkan pidatonya kepada saya, lalu saya mengumpulkannya. Demi Allah, saya tidak lupa apa yang dia katakan kepada saya nanti.
Demi Allah, saya tidak akan meriwayatkan sama sekali, tapi ada sebuah ayat dari Alquran: Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati. (2:159).”
Inilah cara Abu Hurairah menjelaskan alasan untuk menceritakan banyak hadis tentang Rasulullah (SAW). Pertama, dia punya waktu untuk menemani Nabi lebih dari orang lain. Kedua, dia memiliki kenangan kuat yang diberkati sehingga menjadi lebih kuat.
Ketiga, dia tidak menceritakannya karena dia suka menceritakan, tetapi karena menyebarkan hadis tersebut merupakan tanggung jawab agamanya dan kehidupannya. Jika tidak, dia lalai melaksanakan tugas, sehingga akan mendapat hukuman.
Karena alasan inilah dia terus menceritakan dan tidak ada yang bisa menghentikan atau menghalangi dia. Bahkan, ketika sayyidina Umar mengatakan kepadanya, “Berhentilah menceritakan tentang Rasulullah, atau saya akan mengirim Anda ke tanah Daus, tanah sukunya.”
Larangan ini bukan sebuah fitnah kepada Abu Hurairah, melainkan dukungan umat Islam selama periode ini harus membaca dan menghafal apa saja sehingga bisa menetap di dalam hati dan pikiran mereka. Alquran adalah kitab dan undang-undang. Ini adalah rujukan utama umat Islam.
Hadis Rasulullah (SAW) ada banyak sekali, terutama pada tahun-tahun awal kematiannya saat Alquran sedang disusun. Ketika itu umat Islam banyak mengalami kebingungan.
Abu Hurairah menghargai sudut pandang Umar, tetapi dia juga yakin akan kapasitas dirinya. Dia tidak ingin menyembunyikan apa pun dari hadis atau pengetahuan yang menurutnya akan menjadi dosa untuk disembunyikan.
Oleh karena itu, kapan pun menemukan kesempatan untuk menceritakan hal yang pernah dia dengar atau pahami tentang Rasulullah, dia tidak akan menundanya. Alasan penting lain adalah ada perawi lain pada masa itu yang biasa menceritakan dan membesar-besarkan tentang Rasulullah, tetapi para sahabat tidak yakin akan kebenarannya. Perawi ini adalah Ka’b al-Ahbaar, seorang Yahudi yang telah memeluk Islam.
Abu Hurairah adalah hamba Allah yang selalu mendirikan shalat berjamaah bersama istri dan anak perempuannya. Dia berdoa kepada Allah pada sepertiga malam. Tidak satu jam pun malam berlalu di rumah Abu Hurairah tanpa doa.
Agar bebas menemani Rasulullah SAW, dia mampu menahan lapar yang sangat luar biasa, sampai-sampai dia bisa meletakkan batu di perutnya, menekan hati dengan tangannya, dan jatuh saat di masjid sambil memutar batu itu sehingga beberapa temannya mengira dia penderita epilepsi.
Mengajak ibunda memeluk Islam
Setelah memeluk Islam, ada satu kekhawatiran yang membuat Abu Hurairah tidak dapat tidur nyenyak. Hal itu adalah ibunya yang tak mau bersyahadat meskipun telah diminta berkali-kali. Bahkan, ibunya berkata kasar dan buruk tentang Rasulullah.
Abu Hurairah pun tak tahan mendengar perkataan ibunya. Dia meninggalkannya sambil menangis sedih dan pergi ke masjid Rasulullah.
Dia pun meminta Rasulullah mendoakan ibunya agar mendapatkan hidayah. Lalu, Abu Hurairah pulang kembali ke rumah dan meihat ibunya telah berjilbab dan bersyahadat. Dia pun segera menemui Rasulullah dan menceritakan apa yang dilihatnya.
Menjadi gubernur
Pada saat Umar bin Khatab menjadi khalifah, Abu Hurairah menjadi gubernur Bahrain. Dia menyimpan sejumlah uang dari sumber halal sebanyak 10 ribu Dinar. Khalifah sempat mengetahui hal itu sehingga menanyakan asal harta tersebut.
Dia mendapat uang tersebut dari seekor kuda miliknya yang disewakan. Namun, Umar memang sosok yang tegas. Dia tidak mengizinkan pejabat untuk berbisnis. Umar meminta uang yang dikumpulkan selama menjabat diberikan kepada Baitul Mal.
Setelah menyerahkan uangnya, Abu Hurairah mengundurkan diri dari jabatannya. Meskipun Umar memintanya kembali, dia menolak karena khawatir tidak dapat menahan diri.
Suatu hari Abu Hurairah merasa sangat merindukan Allah. Orang yang mengunjungi ketika sakit berdoa memohon kesembuhannya, dia justru berharap dapat bertemu Allah.
Abu Hurairah wafat pada tahun 59 Hijriyah saat berusia 78. Tubuhnya dimakamkan di al-Baqii. Setelah dia wafat, seorang Muslim bertanya kepada teman-temannya asal nama Abu Hurairah. Saat sebelum memeluk Islam namanya adalah Abdus Syam.
Ketika dia memeluk Islam, Rasulullah memanggilnya Abdurrahman. Dulu ia dikenal sangat menyayangi binatang. Dia memiliki seekor kucing yang biasa ia beri makan, dibawa, dibersihkan, dan diberikan tempat berlindung.
Kucing tersebut biasa menemaninya seolah-olah itu bayangannya. Jadi, dia disebut Abu Hurairah, yang berarti bapak para kucing. (sumber: ROL/Ratna Ajeng Tejomukti)
Leave a Reply