Di Kota Ini, Seruan dan Ajakan Nabi SAW Ditolak

Kota Taif, yang berada sekitar 70 km dari kota Makkah, Arab Saudi, kerap dikunjungi oleh rombongan jamaah haji dan umrah. Mereka datang ke Taif untuk mengunjungi tempat-tempat bersejarah di kota ini.

Salah satu tempat yang menarik perhatian di Taif adalah Masjid Al-Qu’a dan Al-Qantara, yang terletak di lingkungan Al-Mathnah. Khalid Al-Shirbi, pemandu wisata yang berlisensi untuk Komisi Pariwisata dan Warisan Budaya Saudi (SCTH), mengatakan, Masjid Qantara, yang juga dikenal dengan Masjid Al-Madhoun, dibangun sekitar 162 tahun yang lalu.

“Masjid itu dibangun pada era Ottoman. Hanya gaya bangunannya, terinspirasi dari arsitektur Abbasiyah, yang memberi kesan kuno,” kata Al-Shirbi, dilansir dari Arab News, Kamis (11/1).

Dia mengatakan, bahwa ladang di mana Nabi Muhammad beristirahat setelah diusir dari Taif dan ditawari buah oleh Addas, seorang petani, berada di sisi berlawanan dari masjid. Masjid lain yang banyak dikunjungi wisatawan di Taif adalah Masjid Al-Qu’a, yang dikonfirmasi oleh Al-Shirbi dibangun sekitar 800 tahun setelah wafatnya Nabi.

“Banyak turis percaya bahwa Nabi Muhammad datang ke tempat ini dan, dengan siku bersandar pada sebuah batu, meninggalkan bekas,” ujarnya.

Namun demikian, dia menambahkan, para pemandu wisata umumnya mencoba untuk menghapus konsep yang keliru seperti itu. Hanya saja, beberapa cerita telah terukir di benak para turis. Al-Shirbi menunjukkan, bahwa sebagian besar wisatawan yang berkunjung berasal dari Malaysia, Indonesia, Pakistan, Singapura, Bangladesh dan Turki.

Dia mengatakan, Orang-orang Pakistan, khususnya, menyebutnya ‘Masjid Hazrat Ali,’ yang mengacu pada Ali Bin Abi Thalib, sepupu Nabi. Yang mana, mereka mengira Ali bersama Nabi saat berada di Taif. Padahal. menurutnya, hal itu sama sekali tidak benar.

Penulis biografi Islam memiliki pendapat yang berbeda, di mana Nabi saat itu mungkin sendiri atau ditemani oleh Zaid bin Haritsah. Namun, kata dia, bukan bersama Ali.

Banyak ilmuwan dan sejarawan telah meriwayatkan kisah Nabi dengan Addas dengan cara yang berbeda. Namun, mereka semua sepakat mengenai satu tema. Sheikh Mohammed Al-Areefy, misalnya, mengatakan, bahwa setelah istri Nabi, Khadijah binti Khwuailed, dan pamannya, Abu Thalib, meninggal pada tahun yang sama, yang kemudian disebut “Tahun Kesedihan”, Nabi mencari tempat dimana dia bisa menemukan pendukungnya.

Ketika sampai di Taif, seruannya untuk masuk Islam tidak hanya ditolak dengan kuat, dia juga mengikuti perjalanannya kembali ke Makkah. Kala itu, batu-batu dilemparkan ke arahnya hingga dia mencapai Lembah Al-Mathnah, di mana dia beristirahat untuk sementara waktu.

Daerah itu dikenal dengan buahnya. Seorang petani Kristen Irak, Addas, yang melayani keluarga kaya yang berasal dari Makkah, mendekati Nabi yang sedih dan menawarkannya semangkuk anggur.

Nabi lantas mengambil buah anggur tersebut. Sebelum mulai memakan buahnya, Nabi berkata ‘Bismillah atau Atas nama Allah’. Ungkapan yang belum pernah didengar oleh pekerja tersebut, menarik perhatiannya dan dia bertanya: “Orang-orang di sini tidak mengatakannya!”

Nabi kemudian bertanya kepada Addas dari mana asalnya. “Dari Niniwe,” jawab pria itu. Cerita antara Nabi dan Addas itu berakhir dengan Addas memeluk Islam. (sumber: ROL)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>