Home Stay: ‘Deradikalisasi dan Indoktrinasi’ ala Komunis China pada Keluarga Muslim

Pihak berwenang memberlakukan “Home Stay” reguler pada para keluarga Muslim Uighur di Daerah Otonomi Xinjiang Uighur (XUAR) barat laut China sebagai bagian dari “serangan keras” yang semakin invensif, menurut organisasi HAM Human Rights Watch (HRW), yang mendesak pemerintah China untuk mengakhiri tindakan itu.

Sejak awal 2018, keluarga-keluarga Muslim – terutama etnis Muslim Uighur (Uyhgur)- telah diharuskan mengundang aparat pemerintah ke rumah mereka dan memberikan informasi mengenai kehidupan dan pandangan politik mereka kepada petugas tersebut, HRW mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Ahad, menambahkan para keluarga itu juga menjadi sasaran indoktrinasi politik.

“Pemerintah China harus segera mengakhiri program kunjungan ini, yang melanggar hak privasi dan kehidupan keluarga serta hak budaya etnis minoritas yang dilindungi di bawah hukum hak asasi manusia internasional,” pernyataan itu dikutip Radio Free Asia (RFA), Kamis, (14/05/2018).

Maya Wang, penelitis senior China di HRW, mengatakan bahwa kebijakan baru tersebut telah membuat para keluarga Muslim di XUAR “secara harfiah makan dan tidur di bawah pengawasan negara.”

“Langkah terbaru ini sebagian kecil dari usaha pengendalian yang meluas – dan sesat – atas kehidupan sehari-hari di Xinjiang,” tambah Wang.

HRW mencatat dalam bulan Desember 2017, dikatakannya, pihak berwenang telah memperluas kampanye Oktober 2016 yang disebut “Menjadi Keluarga” dengan memobilisasi lebih dari satu juta kader untuk menghabiskan seminggu penuh di rumah-rumah itu, terutama yang berada di wilayah pedesaan – program ini menyaksikan lebih dari 100.000 kunjungan petugas pemerintah hampir seluruh rumah Uighur di Wilayah Otonomi Xinjiang-Uyghur (XUAR) selatan setiap dua bulan.

Program “Home Stay” diperpanjang pada awal tahun 2018 dan para kader saat ini menetap setidaknya lima hari setiap dua bulan di rumah-rumah keluarga Muslim ini, kata HRW, menambahkan bahwa “tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa para keluarga itu dapat menolak kunjungan semacam ini.”

Selama kunjungan itu, para kader “mengumpulkan dan memperbarui informasi mengenai keluarga,” termasuk apakah mereka memiliki hukous lokal – household registrtion (semacam Kartu Keluarga) – atau pendatang dari wilayah lain, pandangan politik mereka dan agama mereka. Para kader melaporkan “masalah” apapun dan dapat bertindak untuk “memperbaiki” situasinya.

Mereka juga melakukan indoktrinasi politik, termasuk mempromosikan “Pemikiran Xin Jinping”, dan memperingatkan orang-orang terhadap bahaya “Pan Islamisme,” yang dianggap sebuah ancaman terhadap kekuasaan komunis Beijing.

Para kader mengajari keluarga Bahasa Mandarin China, memaksa mereka menyanyikan lagu kebangsaan dan lagu lain yang memuji Partai Komunis yang berkuasa di China, dan memastikan keluarga ikut serta dalam upacara pengebaran bendera setiap minggunya.

Para kader menghabiskan setidaknya lima hari setiap dua bulan di rumah-rumah keluarga tersebut. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa keluarga dapat menolak kunjungan seperti itu, kata HRW.

Sebagian dari waktu mereka bersama para keluarga tersebut, para kader melakukan indoktrinasi politik dan menjelaskan kebijakan Partai Komunis Tiongkok terhadap Xinjiang. Sementara itu, keluarga berkewajiban memberi tahu para kader tersebut tentang kehidupan dan pandangan politik mereka.

Aktivitas tersebut didokumentasikan dalam laporan-laporan yang ditemani dengan foto – banyak dari foto dapat ditemukan di akun media sosial perusahaan partisipan – dan menunjukkan adegan para kader terlibat dalam aspek kehidupan yang paling pribadi, termasuk membuat tempat tidur dan tidur bersama, berbagi makan, dan memberi makan dan mengajar anak-anak. Tidak ada indikasi para keluarga menyetujui penggunaan foto-foto mereka secara online.

Mereka beralasan, tindakan-tindakan tersebut diberlakukan untuk “menjaga stabilitas sosial” “memerangi terorisme” atau ‘deradikalisasi”.

“Praktik asimilasi paksa China yang sangat invasif terhadap Muslim tidak hanya melanggar hak-hak dasar, namun juga cenderung memupuk dan memperdalam kebencian di wilayah itu,” kata Wang.

“Pihak berwenang Xinjiang harus segera mengakhiri kampanye ‘Strike Hard’ (Gebuk Keras) dan semua yang berhubungan dengan pelanggaran itu.”

Pada Juni tahun lalu, beberapa sumber mengatakan pada Kantor Berita Uighur RFA bahwa pihak berwenang di Wilayah Otonomi Xinjiang-Uyghur (XUAR) telah menggandakan upaya untuk mencegah Muslim Uighur berpuasa dan beribadah selama bulan suci Ramadhan dengan menempatkan petugas China di rumah mereka, namun penemuan terbaru dari HRW menunjukkan kebijakan “Home Stay” telah semakin menyebar sejak awal tahun. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>