Aparat Arab Saudi Tangkap Syeikh Safar al-Hawali

Pejuang hak asasi mengatakan Syeikh Safar al-Hawali (68), seorang ulama Sunni dan tokoh terkemuka dalam gerakan reformis Sahwa Islam Saudi, dilaporkan telah ditahan aparat, bersama tiga orang anaknya, demikian kutip Middle East Eye (MEE), Kamis, (12/07/2018).

Akun ‘@M3takl’ di Twitter menyebutkan, Syeikh Al-Hawali ditangkap bersama putranya bernama Ibrahim setelah polisi menggeledah rumahnya. Penangkapan disertai intimidasi kepada anak-anak, penyitaan ponsel dan perangkat elektronik lainnya.

Aparat juga menangkap Abdulrahman dan Abdullah. Keduanya juga putra dari Syeikh Al-Hawali. Penangkapan pada sore waktu setempat itu didahului dengan penggeledahan pernikahan salah seorang sepupu mereka di Al-Bahah.

Tidak ada rincian lebih lanjut mengapa ulama Sunni ini ditahan. Namun sebuah sumber mengatakan, Syeikh Safar Al-Hawali dilaporkan terkait dengan buku yang ia tulis, di mana berisi nasihat terhadap keluarga Kerajaan dan Dewan Ulama Senior Arab Saudi.

Putra Mahkota Arab Saudi, Mohammad bin Salman, yang diangkat sebagai pewaris takhta kerajaan pada Juni 2017, telah memelopori serangkaian reformasi dalam satu tahun terakhir yang bertujuan untuk meningkatkan citra dan ekonomi negaranya.

Namun bersamaan dengan perubahan itu juga melakukan banyak liberalisasi, melakukan tindakan keras yang meluas pada semua kelompok ‘oposisi’ Saudi.

Pihak berwenang bulan lalu telah menangkap sejumlah aktivis hak wanita terkemuka, hanya beberapa hari sebelum kerajaan itu mengakhiri larangan selama beberapa dasawarsa terhadap para wanita yang mengemudi.

Hawali pernah dipenjarakan pada 1990-an karena menentang hubungan negaranya dengan pasukan Amerika Serikat (AS) yang memimpin operasi militer untuk mengusir pasukan Iraq dari Kuwait.

Sumber bahkan menyebutkan, ulama yang mendapatkan gelar doctor bidang teologi Islam dari Universitas Ummul-Qura, Makkah tahun 1986 ini tengah dalam kondisi kesehatan yang buruk.

Sebelum penangkapan, Syeikh al Hawali menulis sebuah buku 300 halaman berjudul “Al-Muslimun wa Al-Hadharah Al-Gharbiyah” (Umat Islam dan Peradaban Barat), kutip Aljazeera.

Buku yang masih berupa draf awal ini banyak berisi kritik dan nasehat kepada Kerajaan Arab Saudi yang menggelontorkan dana besar saat kunjungan Presiden Amerika Serikat Donald Trump ke Riyadh pertengahan tahun lalu. Selain itu, buku juga berisis nasihat bagi para pendakwah, ulama dan keluarga kerajaan.

“Kebijakan yang bijaksana harus berdiri pada kekuatan yang terus meningkat yang punya masa depan. Bukan kekuatan yang terus menurun. Setiap pengamat di dunia menyebut bahwa masa depan di tangan Islam, sementara Amerika terus mengalami penurunan dan keterbelakangan,” kata Syeikh Al-Hawali dalam bukunya.

Al-Hawali yang bernama lengkap Safar bin Abdul-Rahman al-Hawali al-Ghamdi menjadi terkenal sebagai pemimpin Gerakan Sahwa 25 tahun lalu. Kelompok ini merupakan faksi salafisme Saudi, yang menaruh kegelisahan akan masuknya demokrasi ke Saudi. Selain juga mengkritik keluarga kerajaan yang korup, liberalisasi sosial dan jalinan kerja sama dengan Barat.

Ia pernah di penjara pada tahun 1990an, namun bebas setelah bungkam dari kritiknya. Setelah invasi AS ke Iraq tahun 2003, Al-Hawali mendukung gerakan anti-AS, tapi juga mengecam gerilyawan Islam terhadap orang Barat di Saudi.

Setelah invasi Amerika ke Iraq pada tahun 2003, Hawali mendukung kelompok “jihad” anti-AS. Namun, dia juga mengecam serangan militan Islamis terhadap orang-orang Barat di Arab Saudi.

Al Hawali banyak menulis buku, di antaranya menulis sebuah buku tentang sekularisme, sebagai bagian dari tesis masternya di Ummul-Qura. Penelitian ini diawasi gagasan Muhammad Quthb, saudara laki-laki Sayyid Qutb. Al-Hawali menelusuri sejarah pemisahan antara gereja dan negara dan bagaimana gagasan itu diimpor ke dunia Muslim. Dalam gelar Ph.D. penelitian, Al-Hawali membuat analisis pemisahan antara klaim iman dan ibadah.

Tahun 2000, ia menulis sebuah risalah tentang Intifada Kedua, yang berpendapat bahwa nubuatan Alkitab yang digunakan oleh fundamentalis Kristen untuk mendukung berdirinya Negara ‘Israel’ sebenarnya memprediksi kehancurannya. Risalah itu kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Ibrani oleh kelompok Yahudi Anti-Zionis, Neturei Karta.

Kelompok Sahwa telah dilemahkan oleh tindakan represi dan kooptasi, namun masih aktif.

Keluarga al-Saud selalu menganggap kelompok Islamis sebagai ancaman internal terbesar terhadap kekuasaannya di negara tersebut. Saudi selama satu dekade telah menggencarkan operasi terhadap kelompok al-Qaeda.

Tahun 1993, Hawali dilarang berbicara di depan umum dan diberhentikan dari jabatan akademiknya bersama dengan ulama terkemuka, Syeikh Salman al-Auda.

Sementara tidak ada dakwaan yang ditekan, keduanya dituduh bertujuan menghasut pembangkangan sipil. Mereka ditangkap lagi pada tahun 1994 tetapi segera dibebaskan. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>