KAHMI Desak Pemerintah Cabut Pembatasan Adzan

Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) meminta pemerintah mencabut kebijakan dan pernyataan pembatasan suara adzan. KAHMI meminta Wakil Presiden Jusuf Kalla (Wapres JK) untuk mencabut aturan pembatasan suara adzan yang diterbitkan oleh pemerintah. Sebab, pembatasan itu dinilai menimbulkan kontroversial di masyarakat.

Menurut Sekretaris Jenderal KAHMI Asrul Kidam, pembatasan ini mengadopsi kebijakan Yahudi yang membuat aturan tentang pembatasan suara adzan, yakni PM Benyamin Netayahu pada 2016.

Maka dari itu, sikap JK yang selaku Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) sangat disayangkan.

“Kami heran kok Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden dan juga Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia justru mencontoh negara Yahudi,” ujar Asrul sebagaimana dalam keterangannya sebagaimana dikutip berbagai media, baru-baru ini (02/09/2018).

Pembatasan adzan oleh Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-JK menimbulkan polemik, karena Surat Edaran Menteri Agama menimbulkan keresahan di kalangan umat Islam, tambah Asrul.

Karena itu, KAHMI mendesak kepada Pemerintahan Jokowi-JK segera mencabut aturan pembatasan suara adzan tersebut.

Pane Ketua Bidang Pendidikan dan Advokasi Umat Majelis Nasional KAHMI, Mukhlis, sangat menyayangkan pernyataan JK tersebut.

Dijelaskan bawah suara adzan sudah jauh lebih tua daripada usia NKRI, bahkan suara adzan merupakan bagian dari pembangunan peradaban Islam di Indonesia.

“Sebelum aksi bela adzan muncul, alangkah bijaknya jika segera meminta maaf dan mencabut peraturan tersebut,” tandasnya.

Sebelumnya, Wapres JK menilai kasus penistaan agama oleh terpidana Meiliana, yang divonis 18 bulan penjara terkaitnya protesnya terhadap suara adzan semestinya tak dipidana. Menurut JK, protes yang dilakukan Meiliana merupakan hal yang wajar.

“Itu seharusnya tidak dipidana. Dewan Masjid saja menyarankan jangan terlalu keras, kan (suara adzan),” ujar JK di kantor Wapres melalui rekaman video yang dibagikan Sekretariat Wakil Presiden, Kamis (23/08/2018) kutip cnnindonesia.com.

Menurtu JK, permasalahan yang menimpa Meiliana harus dikaji lebih lanjut. Sebab bisa saja yang diprotes bukan suara adzan melainkan pengajian yang juga kerap diputar dengan suara keras.

Sebagai Ketua DMI, JK mengaku telah memiliki aturan tentang suara adzan dan pengajian yang diperbolehkan diputar di masjid.

“Dalam proses adzan itu hanya tiga menit, tidak lebih dari itu. Mengaji juga tidak boleh pakai tape (rekaman) harus mengaji langsung, itu juga jangan lebih lima menit,” katanya.

JK menyatakan DMI telah berulang kali meminta masjid-masjid agar membatasi waktu adzan maupun pengajian sehingga jika waktu adzan dan pengajian itu digabung tak lebih dari 10 menit.

Menurut JK, apabila suara adzan atau pengajian di suatu masjid terlalu keras akan mengganggu suara di masjid yang lain.

“Jadi tidak perlu terlalu lama karena (memikirkan) jarak antarmasjid yang rata-rata 500 meter di daerah padat. Itu perlu agar tidak melampaui masjid yang lainnya,” ucap JK.

“Masjid juga kalau mengaji jangan terlalu malam, harus menghormati orang. Adzan juga wajib, tapi jangan terlalu keras suaranya,” katanya menambahkan. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>