MUI Sumbar Tolak SE Kemenag Terkait Pengeras Suara
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Cabang Sumatera Barat menolak permintaan Kementerian Agama (Kemenag) untuk mensosialisasikan kembali penggunaan pengeras suara di masjid. Sebelumnya Kemenag meminta semua pihak mensosialisasikan kembali sesuai surat edaran Dirjen Bimas Islam nomor B. 3940/DJ.III/HK.00.07/08/2018 tanggal 24 Agustus 2018.
Ketum MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar mengatakan adzan merupakan panggilan ilahi yang membawa ketenangan batin, sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW, Arihna bi al-shalat ya bilal. “Aturan ini berdampak pada pembatasan syiar ini akan menyentuh persoalan yang sangat sensitif dalam diri kaum muslimin,” ujarnya dalam keterangan tulis yang diterima Republika.co.id, Sabtu (8/9).
Selain itu, pengaturan pengeras suara juga akan menimbulkan keresahan terhadap umat. Sebab, penggunaan pengeras suara telah membatasi gerakan dakwah dan syiar agama Islam.
Berdasarkan Keputusan Rapat MUI Sumatera Barat Padang, pada 4 September 2018 lalu, maka perlu dikemukakan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Bahwa surat edaran yang sudah tidak berlaku efektif pada tahun 1978, kemudian dimunculkan lagi pada 2018, menimbulkan pertanyaan dan gejolak di tengah umat.
2. Surat Edaran ini memberi peluang bagi orang-orang yang membenci syiar Islam dan kaum muslimin dalam hal ini adzan dan kajian Islam untuk memperkarakan penggunaan pengeras suara dalam kegiatan mereka.
3. Pengaturan yang terlalu rinci dalam persoalan penggunaan pengeras suara membawa dampak kesulitan dalam kegiatan umat.
4. Pengaturan penggunaan pengeras suara dengan sendirinya telah membatasi gerakan dakwah dan syiar agama Islam.
5. Penggunaan pengeras suara dalam pelaksanaan ibadah umat Islam tidak dapat dikatakan sebagai sikap intoleran terhadap penganut agama lain, sebaliknya penganut agama lain justru seharusnya menghargai umat Islam dalam melaksanakan ibadahnya.
6. Bagi kaum muslimin adzan merupakan panggilan ilahi yang membawa ketenangan batin, sebagaimana dalam hadits Rasulullah SAW, (Arihna bi al-shalat ya bilal). Sehingga pengaturan yang berdampak pada pembatasan syiar ini akan menyentuh persoalan yang sangat sensitif dalam diri kaum muslimin.
7. Penggunaan dalil-dalil yang dipakai dalam Surat Edaran tersebut tidak pada tempatnya. (sumber: ROL)
Indeks Kabar
- HUT RI ke-72, AQL akan Gelar “Syiar Persatuan Mengisi Kemerdekaan dengan Qur’an”
- LIPIA Akan Dirikan Cabang di Makassar, Surabaya dan Medan
- 2,3 Juta Anak Korban Perang Timur Tengah Terkatung-Katung di Negeri Tetangga
- Adab Menghafal Alquran
- Bersalah Tutupi Kasus Pendeta Pedofil, Uskup Agung Adelaide Mundur
- 1200 Mualaf Dibiayai Menunaikan Haji
- Parlemen Yunani Setuju ‘Hukum Islam’ sebagai Alternatif bagi Minoritas Muslim
- MUI, TPM, dan Ormas Islam Sepakat Bawa Kasus The Jakarta Post ke Ranah Hukum
- Pemerintah Cina Paksa Muslim Uighur Bersumpah tak Ajarkan Agama Islam
- YLKI Minta Menhub Larang Ruang Merokok di Bus AKAP
-
Indeks Terbaru
- Kemenlu Rusia Kutuk Swedia Izinkan Politikus Denmark Bakar Alquran di Stockholm
- Trudi Best Jadi Mualaf karena Takjub Lihat Muslim Melakukan Sesuatu karena Allah
- Hidayah adalah Misteri, Dunia Clubbing Pintu Masuk Mualaf Ameena Bersyahadat
- Eks Marinir yang Berniat Mengebom Masjid Tak Kuasa Bendung Hidayah, Ia pun Bersyahadat
- Pemerintah Afghanistan Tak Pernah Larang Pendidikan untuk Perempuan
- Mantan Ateis Asal Prancis Masuk Islam di Qatar, Kehangatan Muslim Kuatkan Keputusannya
- Jenazah Tertukar, RS di Jerman Justru Kremasi Muslim
- Pernah Benci Islam hingga Pukul Seorang Muslim, Mualaf Eduardo Akhirnya Bersyahadat
- Dulu Anggap Islam Agama Alien, Ini yang Yakinkan Mualaf Chris Skellorn Malah Bersyahadat
- Marine El Himer, Sang Model Prancis yang Masuk Islam
Leave a Reply