Parlemen Kanada Cabut Gelar Warga Kehormatan Aung San Suu Kyi

Parlemen Kanada dengan suara bulat, Kamis (27/09/2018), mencabut status Warga Negara Kehormatan (WNKK) untuk pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi. Pada 2007, Kadana memberikan status kehormatan yang langka itu, karena peran Suu Kyi dalam perjuangan demokrasi negaranya bahkan sempat lama menjadi tahanan.

Pembatalan tersebut dipicu oleh krisis Rohingya yang telah menodai reputasi internasionalnya karena menolak mengakui kekejaman oleh militer bangsanya terhadap minoritas Rohingya. Ottawa pekan lalu menyatakan krisis itu sebagai genosida.

“Pada 2007, Majelis Rendah menganugerahi Aung San Suu Kyi status warga negara kehormatan Kanada. Hari ini, majelis dengan suara bulat menyampaikan mosi untuk menghapus status itu,” kata Adam Austen, juru bicara untuk Menteri Luar Negeri Chrystia Freeland.

Langkah anggota parlemen di House of Commons Kanada muncul sehari setelah Perdana Menteri Justin Trudeau mengatakan bahwa parlemen mempertimbangkan kembali apakah Suu Kyi masih pantas memegang status warga kehormatan.

Namun, PM Trudeau juga mengatakan langkah itu tidak akan mengakhiri penderitaan ratusan ribu orang Rohingya, yang merupakan minoritas muslim tanpa kewarganegaraan Myanmar yang mayoritas penganut Buddha.

Pada tahun 2007 Kanada memberikan gelar warga kehormatan kepada Aung San Suu Kyi , hanya satu dari enam orang yang diakui.

Gelar warga kehormatan telah diberikan di Kanada oleh resolusi gabungan kedua majelis parlemen. Pejabat setempat mengatakan kepada Reuters, bahwa penyematan status pada Suu Kyi harus secara resmi dihapus dengan cara yang sama ketika diberikan.

“Langkah selanjutnya masih belum dipastikan,” anggota parlemen Liberal Andrew Leslie mengatakan kepada wartawan pada hari Kamis.

“Sekarang mesin pemerintah benar-benar akan menelaah rincian tentang apa saja hal khusus yang diperlukan untuk memberikan tindakan nyata padanya (Suu Kyi),” lanjut Leslie menjelaskan.

Suu Kyi, mendapat tekanan internasional setelah serangan brutal militer Myanmar kepada etnis Muslim Rohingya yang dimulai tahun lalu membuat lebih dari 700.000 warga Rohingya mengungsi ke perbatasan Bangladesh.

Mereka kini tinggal di kamp-kamp pengungsian, merasa takut untuk kembali ke rumahnya di Rakhine State meskipun sudah ada kesepakatan repatriasi (pemulangan kembali).

Penyelidikan menemukan, etnis Muslim Rohingya mendapat perlakukan kejam, seperti; pembunuhan luar biasa, kekerasan seksual, dan pembakaran rumah-rumah. Militer membantah hampir semua tuduhan, menyebut kekerasan itu sebagai upaya untuk membasmi militan Rohingya.

Penyelidikan Pemerintah Amerika Serikat (AS) bulan lalu menemukan bahwa militer Myanmar melakukan serangan pembunuhan massal yang terencana dan terkoordinasi, serta kekejaman lain terhadap etnis Rohingya.

Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB juga telah mengirim tim pencari fakta misi pencari fakta. Hasil penyelidikan tersebut kemudian ditindaklanjuti Dewan HAM PBB dengan membangun satu panel khusus mengumpulkan, menggabungkan, mencatat, dan menganalisis bukti atas kejahatan internasional paling serius itu, serta pelanggaran-pelanggaran internasional yang terjadi di Myanmar sejak 2011. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>