Andy: Islam Membebaskanku Layaknya Kupu-Kupu
Andy, lahir pada 27 Februari 1989. Ia tumbuh dewasa di sebuah desa kecil di pusat kota Slovakia. Tempat semua orang tahu bahwa setiap penduduknya yang “berbeda”, adalah sebuah masalah.
Ayah dan ibunya adalah seorang penganut Kristen. Kedua orang tuanya seolah “didikte” untuk pilihan yang harus mereka ambil. Begitu pula dengan Andy. Ia dibaptis pula. “Dan aku berpartisipasi dalam ritual ini. Seperti semua orang yang tinggal di sini,” ujarnya.
Di tahun pertama sekolah dasar, orang tua Andy mendaftarkannya di tempat yang mengajarkan banyak tentang pendidikan agama. “Aku tahu sedikit tentang Tuhan,” katanya melanjutkan. Andy ingat bagaimana pertemuan dengan tantenya. Wanita ini, tak mempunyai anak. Sehingga, ia menganggap Andy seperti anak perempuannya sendiri.
Andy menghabiskan banyak waktu dengan tante-nya. Bahkan setiap Ahad, wanita ini membawa Andy kecil ke gereja untuk mendengar khutbah pastor. Aktivitas ini berjalan selama lima tahun. Namun, Andy saat itu hanyalah anak kecil yang lebih fokus untuk bermain bersama teman-teman sebayanya.
“Aku mulai lebih sering pergi ke gereja,” kata Andy mengenang masa kecilnya. Andy mengaku tak mempunyai banyak kenangan indah. “Mungkin ini adalah sebuah pertanda, aku tidak tahu,” katanya.
Andy terus datang ke gereja hingga kelas tujuh saat sekolah dasar. Namun, datangnya ia ke gereja lebih kepada sebuah kebiasaan daripada kebutuhan. Ia mengaku tak suka sesuatu kegiatan yang biasa terjadi setiap selesai khutbah berlangsung.
Banyak ibu yang mempergunjingkan beberapa orang seolah-olah mereka tahu segalanya. Juga anak laki-laki yang merokok dan bergegas pergi ke bar. Tak ada yang bisa Andy lakukan. Ia hanya menanggapi semua itu sebagai bagian dari kemunafikan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika ia beranjak dewasa, muncul keinginan-keinginan baru.
“Aku ingin mencoba hal-hal terlarang, juga,” kata Andy.
Malang, hubungan Andy dengan ayahnya memburuk. Sangat jauh dari hubungan ideal antara ayah dan anak. Tak pernah ada kata damai. Keduanya selalu bertengkar. Bahkan jika Andy berusaha melakukan hal-hal baik, akan selalu salah di mata ayahnya.
Setiap hari, selalu ada air mata dari Andy. Hari-harinya dipenuhi dengan keputusasaan. Ia merasakan kondisi yang mengecewakan. Semua hal terasa pahit. Orang tuanya meninggalkan jejakjejak menyedihkan pada diri Andy. Andy selalu merasa ingin balas dendam atas apa yang ia terima. Atas apa yang ia rasakan. Ia mempunyai cara tersendiri untuk melampiaskan kesedihan- kesedihannya. Sayangnya, ia melampiaskannya dengan hal-hal yang negatif.
Andy selalu menghabiskan malamnya bersama orang-orang yang (mungkin) tak pernah menemukan perspektif dalam kehidupannya. Orang-orang yang selalu mengonsumsi obat-obatan terlarang, meminum minuman keras dan merokok. “Waktu itu, aku merasa hilang. Aku seperti berada dalam cengkeraman tangan kejahatan,” ungkapnya.
Dalam keterpurukan itu, kakak Andy mencoba mengulurkan tangannya. Usianya yang lebih tua enam tahun dari Andy, memang sangat mencintai Andy. Sayangnya, tak berlangsung lama, sang kakak harus pindah ke Kota Bratislava. Ia menemukan pekerjaan barunya. Dan tinggallah Andy yang kembali merasa sendiri.
Keadaan ini diperparah dengan sikap ibunya. Sebagai seorang istri, sang ibu pasti akan berpihak pada suaminya. Akhirnya tiba saatnya memilih sekolah menengah, Andy memutuskan pergi ke sekolah berasrama. Tempat yang membuatnya bisa berada jauh dari rumah.
Barangkali keputusannya itu dianggap sebagai sikap pengecut yang ingin melarikan diri dari masalah. Tetapi, Andy tidak demikian. “Aku pikir itu adalah satu-satunya solusi yang tepat,” ujarnya. Andy hanya tak ingin terus-terusan menderita. Menderita akibat hubungannya dengan sang ayah.
Sekolahnya berada di Kota Nitra. Ia berada jauh dari orang-orang yang ia kenal. Ia memulai semuanya dari nol. Namun Andy merasa lebih tenang, puas, dan seimbang.
Yang ia takutkan hanya akhir pekan. Karena ia harus menghabiskan dua hari masa liburnya di rumah. Ia selalu tak sabar menunggu waktu saat dirinya beranjak dewasa dan meninggalkan semua hal mengerikan yang dialaminya.
Satu pekan pada Januari 2005, Andy pergi mengunjungi kakaknya di Bratislava. Keduanya menghabiskan waktu bersama-sama. Saat acara makan malam, kakak Andy mengajak serta temannya. Teman Muslimnya.
Muslim ini begitu menarik perhatian Andy. Bahkan ketika ia berbicara tentang Islam. Andy selalu mendapatkan jawaban atas semua pertanyaanpertanyaannya di antaranya seorang Muslim? Apa yang dia percaya? Mengapa dia berbeda dariku? “Aku tidak bisa tidur malam itu. Aku ingin tahu lebih banyak.” ungkapnya.
Ia bahkan membandingkan pertemuannya dengan seorang Muslim dan berita-berita yang sering muncul di TV. Namun Andy memilih mengabaikan komentarkomentar miring tentang Islam. Ia ingin mempunyai pendapat sendiri tentang Muslim dan Islam.
Andy mencoba mengajak ayahnya diskusi mengenai Islam. Ayahnya memang tak tahu menahu mengenai Muslim, sehingga ia tak dapat memahami mereka. Ayahnya mempunyai persepsi mengerikan mengenai Islam. Ironis. “Aku mencoba mempersempit kesenjangan antara kami, namun belum berhasil saat itu,” ujarnya.
Beberapa hari kemudian, ia kembali bertemu dengan teman kakaknya ini. Dan topik yang dibicarakan masih seputar Islam dan Muslim. Ia belajar banyak hal baru yang menarik. Teman kakaknya meminjamkan banyak buku-buku yang mengupas Islam.
Secara perlahan informasi soal Islam yang ia terima berdampak langsung. Tidak tahu bagaimana harus bereaksi, tertawa atau menangis. Semua menjadi tak dapat dijelaskan. Pikiran berbeda tiba-tiba muncul. “Jauh di lubuk hati, aku merasa bergejolak,” katanya memaparkan.
Sebagai manusia, sejujurnya ia sangat penasaran. Namun Andy belum mengambil keputusan apapun. Jadi, ia kembali meminta teman Muslimnya untuk meminjami Alquran terjemahan Slovakia.
Pada 27 Januari 2005 adalah saat Andy memegang Alquran untuk kali pertama. Ia bahkan selalu mengingat sepotong ayat yang berbunyi, “Dan biarkanlah Aku (saja) bertindak terhadap orangorang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan, dan beri tangguhlah mereka barang sebentar.” (al-Muzzammil 73:11)
Andy tertegun. Ia kemudian merasa takut. Ia lebih merasakan sesuatu yang berbeda. Sayangnya, saat itu Andy tak punya siapa-siapa untuk berbagi tentang apa yang dirasakannya. Ia ingin menghapus segala yang ia percaya dalam pikirinnya. “Itu tidak mudah. Apa yang saya percaya, sekarang ada di hati dan pikiranku,” tuturnya.
Karena ia tahu, hal-hal yang selama ini dicarinya telah ia temukan. Saat-saat yang membimbangkan hatinya, Andy selalu melakukan banyak hal bodoh.
Ia mencoba melakukan kejahatan, namun tak pernah sempurna. Ia justru merasa menyesal karena kesalahan-kesalahan yang selama ini diperbuat. Andy pun mulai percaya dengan satu Tuhan. Bahkan setiap malam, ia selalu mengulangi kalimat syahadat, meski belum begitu bermakna formal.
Andy menghabiskan liburan musim panasnya di Bratislava. Kemudian, ia bertemu dengan seorang wanita Muslim. Wanita ini berbicara banyak hal tentang Islam. Keduanya menghabiskan tiga hari di Ceska dalam acara Konferensi Musim Panas Muslim.
Acara itu adalah pengalaman yang tak terlupakan untuk Andy. Konferensi itu memengaruhi dan mengubah hidupnya. Sosok Muslimah yang ia kenal tersebut, satu-satunya teman yang mendukung Andy.
Ia memutuskan berikrar syahadat delapan bulan kemudian. “Aku merasa begitu bebas. Seperti kupukupu yang dibebaskan setelah dikurung dalam waktu yang lama,” katanya melanjutkan. (sumber: Oase Republika)
Leave a Reply