Doa Dalam Shalat

Shalat merupakan salah satu cara untuk berdoa kepada Allah SWT. Meski demikian, ada beberapa bagian dalam shalat yang dimanfaatkan untuk berdoa lebih lama. Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengungkapkan, ada golongan yang mengatakan jika sujud lebih utama, sementara golongan lain cenderung kepada berdiri yang lebih utama.

Ulama yang menyatakan jika doa ketika berdiri mengungkap beberapa alasan. Mereka bersandar pada ayat Alquran, yakni sesuai dengan firman Allah, “Peliharalah semua shalatmu dan peliharalah shalat wusta. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.” (QS al-Baqarah: 238).

Imam Ibnu Katsir, merujuk pada pendapat Imam Malik dalam kitab Muwatta, mengungkapkan jika shalat ini merupakan shalat subuh. Keterangan ini didapat melalui Ali dan Ibnu Abbas. Ketika itu, Ibnu Abbas membaca doa qunut seraya mengangkat kedua tangannya.

Tidak hanya itu, mereka juga berlandaskan riwayat sabda Rasulullah, “Seutama-utama shalat adalah lamanya berdiri (dalam shalat).” (HR Muslim, Abu Da wud). Dalam hadis disebutkan bahwa berzikir ketika berdiri dalam shalat adalah yang paling utama (afdhalul adzkar).

Golongan berikutnya mengatakan jika yang paling utama adalah berdoa di dalam sujud. Beberapa alasan yang dikemukakan berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Jarak yang paling dekat antara hamba dan Tuhan nya adalah ketika dalam keadaan sujud. Oleh karena itu, perbanyaklah doa.”

Tidak hanya itu, Rasulullah SAW juga memerintahkan untuk bersungguh-sungguh berdoa ke tika sujud. “Bersungguh-sungguhlah berdoa padanya. Karena lebih patut dikabulkan untuk kamu.” (HR Muslim, Abu Dawud, ad-Darini).

Menurut Ibnu Qayyim, perintah dalam hadis ini bisa memiliki dua pemahaman. Pertama, ber doa itu ada dua, yakni yang berisi pujian dan berdoa dengan permohonan. Rasulullah SAW pun ke tika sujud memperbanyak kedua doa tersebut, baik yang berisi pujian maupun permohonan.

Riwayat lainnya bersumber dari Ma’dan bin Abu Thalhah. Dia berkata, “Aku pernah bertemu Tsauban (budak Rasulullah). Lalu, aku berkata, ceritakan kepadaku satu hadis yang mudah-mudahan bermanfaat untukku.

Dia pun berkata bahwa hendaklah kamu memperbanyak sujud karena aku mendengar Rasu lullah bersabda, ‘Tidaklah se orang hamba yang sujud ke pada Allah kecuali Allah akan mengangkat derajat karena itu dan Allah akan menghapus dosa nya.'”

Sujud juga disebut dalam ayat terakhir pada QS al-A’laq yang notebene masih dalam satu surah yang sama dengan ayat pertama Alquran, Iqra. “Dan sujudlah dan dekatkanlah (dirimu kepada Tuhan).”

Sujud juga dilakukan semua makhluk yang ada di alam semesta. Gerakan ini merupakan bentuk paling ideal akan ketundukan dan kepatuhan kepada Tuhan. Sikap yang paling bisa mendekatkan diri kepada-Nya adalah bersujud. Selain itu, sujud adalah puncak dari penghambaan diri (ibadah) kepada Allah.

Golongan ketiga berpendapat jika berdiri lama dalam shalat dan memperbanyak rukuk dan sujud pada malam hari sama-sama lebih utama. Golongan ini beralasan bahwa sebutan bagi shalat malam adalah qiyamul lail. “Bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sedikit (daripadanya).” (QS al-Muzammil: 2).

Golongan ini berpendapat jika shalat qiyamullail yang dilakukan Rasulullah tidak pernah lebih dari 10 rakaat atau 13 rakaat. Dalam satu rakaat, terkadang beliau membaca QS al-Baqarah, Ali Imran, dan an-Nisa. Hal itu berbeda pada siang hari ketika Nabi tidak pernah memanjangkan rakaatnya, bahkan Nabi memendekkannya.

Untuk itu, Ibnu Taimiyah berkata, “Sebenarnya kedua-duanya sama. Berdiri lama adalah utama dengan bacaannya, demikian juga sujud lebih lama dengan spesifikasinya.

Sujud lebih utama dengan spesifikasinya daripada berdiri, begitu juga berdiri lebih utama dengan spesifikasinya daripada sujud. Rasulullah mengajarkan bahwa jika beliau memanjangkan berdiri maka beliau juga memanjangkan rukuk dan sujud sebagaimana yang dilakukan ketika shalat gerhana dan shalat malam.

Begitu pula sebaliknya, jika memendekkan berdiri, beliau juga memendekkan rukuk dan sujud. Hal itu tidak hanya dilaku kan pada shalat sunah. Akan tetapi, beliau lakukan pada shalat fardhu.” (Dikutip dari Fiqih Sha lat karangan Ibnu Qayyim al- Jauziyah). (sumber: ROL)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>