Ramadhan di Kamp Baddewi, Aksi ‘Menantang Situasi Sulit’
Bersamaan dengan masuknya 10 hari terakhir Ramadhan, Kamp Baddewi bagi para pengungsi Palestina di utara Lebanon semarak dengan dekorasi. Kehadiran toko-toko manisan dan jus selama Ramadhan menambah semarak suasana.
Dari pasar-pasar dan jalan-jalan kamp, dekorasi Ramadhan membentang sampai gang terdekat, indah dan sedikit tertib, meskipun dalam kondisi kehidupan yang sulit. Koresponden Quds Press berkeliling di kamp, mengamati suasana Ramadhan di sana. Ia berhenti di Pasar al-Fauqany, pasar utama di kamp itu.
Sebelum buka bersama, para pemilik toko dan penduduk di sana bersiap-siap untuk iftar massal. Di atas meja tersaji aneka makanan dan jus yang dihidangkan untuk orang-orang berbuka. Setelah buka bersama selesai, mereka kembali ke pasar dengan lagu-lagu Ramadhan.
Toko-toko di pasar Beddawi terdiri dari toko aneka pakaian, toko makanan, toko manisan, pabrik cokelat, kedai kopi, hingga toko sayur dan buah. Namun, peraturan menyepakati bahwa seluruh pemilik toko menghargai kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
Ini membantu penghuni kamp berbelanja sesuai kebutuhan meskipun keadaan sangat sulit dan menekan, sebagaimana harga barang yang relatif mahal bagi warga Lebanon yang tinggal di samping kamp. Mereka datang di bulan ini secara intensif untuk membeli apa yang mereka butuhkan.
“Harga kompetitif dan lebih rendah dibanding harga di luar kamp menjadi faktor yang mendorong anak-anak di kamp dan orang-orang Lebanon dengan penghasilan menengah datang ke kamp,” ujar Abu Mohamed, salah satu pemilik toko mengatakan.
Dia menambahkan kepada Quds Press bahwa aktivitas jual beli tercermin pada seluruh aktivitas perdagangan di kamp, dan meningkat lebih baik selama Ramadhan dan hari libur.
Ahmed Diwan, salah satu penghuni kamp mengatakan bahwa Beddawi dicirikan oleh ikatan sosial penghuninya melalui penggalangan dana bagi yang membutuhkan atau saat sedang sakit, meskipun kondisi masyarakatnya amat sulit.
“Keluarga-keluarga punya rasa hormat yang besar terhadap para penghuni kamp, mengingat lingkungan suku termasuk masyarakat kamp,” katanya dikutip Palinfo.
Dia menunjukkan bahwa di antara keluarga yang tinggal di kamp adalah keluarga Zaid, Ash-Sha’bi, Shatli, Oudah, Azzam, Darwish, Humaid, Ayyash, Abdel Wahab, dan Abdel Ghani.
Dia menjelaskan bahwa keluarga-keluarga tersebut berasal dari desa-desa dan kota-kota di Palestina, di antaranya Suhmata, Damon, Faram, Safouri, Nahf, Haulah, dan Ein Zeitoun.
bermacam-macam
Diwan menjelaskan hidup di kamp amat sulit. Banyak pengangguran dan kesehatan yang amat buruk.
“Kamp menanggung banyak beban, di antaranya pengangguran dan buruknya layanan kesehatan. Selain itu, karena pengungsi kamp bertambah oleh masyarakat Nahr al-Bared akibat peristiwa tahun 2007 dan orang-orang terlantar Suriah lainnya akibat perang Suriah dan pekerja asing,” katanya.
Kamp Baddewi didirikan tahun 1955 di bawah naungan Badan Bantuan dan Pembangunan PBB (UNRWA). Terletak di sebuah bukit di utara Lebanon, di atas lahan 5 km di utara Tripoli, UNRWA memperkirakan populasi penduduk kamp Baddewi sekitar 15 ribu pengungsi Palestina, dan bertambah mencapai 30 ribu pengungsi Palestina akibat kaburnya penduduk Nahr al-Bared ke sana.
Beddawi menanggung beban terberat dari krisis di Nahr el-Bared, tempat pertempuran antara angkatan bersenjata Lebanon dan kelompok Fatah Al-Islam, memaksa 27.000 pengungsi melarikan diri. Populasi Beddawi membengkak dari 15.000 menjadi 30.000 hampir semalam.
Pada pertengahan 2009, sekitar 10.000 pengungsi masih tinggal di Beddawi dan sekitarnya. Ini memberi tekanan besar pada layanan UNRWA di Beddawi dan menempatkan beban lebih lanjut pada penduduk Beddawi sendiri.*/
Leave a Reply