Parlemen India Sahkan RUU Kewarganegaraan anti-Muslim India

Parlemen India telah menyetujui RUU kontroversial yang memberikan kewarganegaraan kepada minoritas yang menghadapi penindasan dari tiga negara tetangga – kecuali untuk Muslim lapor Al Jazeera pada Kamis (12/12/2019).

Sehari setelah diloloskan oleh Majelis Legislatif, Rancangan Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan itu disahkan pada Rabu oleh Parlemen India, dengan 125 anggota mendukung dan 105 menolak.

RUU itu akan membawa perubahan pada UU kewarganegaraan India yang telah berlaku selama 64 tahun dengan memberikan kewarganegaraan kepada minoritas “yang tertindas” – Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsis, dan Kristen – dari Bangladesh, Afghanistan, dan Pakistan.

Tetapi kritik mengatakan UU yang diajukan oleh partai nasionalis Hindu yang berkuasa Partai Bharatiya Janata (BJP) merusak konstitusi sekuler negara itu, dengan partai oposisi, kelompok minoritas, akademisi dan panel federal AS menyebutnya diskriminatif terhadap umat Islam.

“Warga negara Muslim negara ini tidak perlu khawatir,” Amit Shah, menteri dalam negeri federal, mengatakan di Parlemen. “RUU ini dimaksudkan untuk memberikan kewarganegaraan, bukan untuk mencabut kewarganegaraan.”

Beberapa anggota parlemen oposisi mengatakan RUU ini akan digugat di pengadilan. “Pengesahan RUU Amendemen Kewarganegaraan menandai kemenangan kekuatan bigot dan berpikiran sempit terhadap pluralism India,” kata Sonia Gandhi, pemimpin partai oposisi utama.

Sementara itu, Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan disahkannya RUU itu merupakan “hari penting bagi India” dan itu akan “meringankan penderitaan banyak orang yang menghadapi penindasan selama bertahun-tahun”.

“Senang #CAB2019 telah disahkan di #RajyaSabha. Terima kasih kepada semua anggota parlemen yang memilih mendukung RUU ini,” tweet Modi setelah pemungutan suara di Rajya Sabha, Parlemen India. Anchal Vohra dari Al Jazeera, melaporkan dari ibukota New Delhi, mengatakan, “Ada rasa takut yang jelas di wilayah-wilayah di mana warga Muslim India tinggal.”

Protes terhadap langkah itu telah meluas di berbagai tempat di India, termasuk di wilayah timur laut yang etnisnya beragam, di mana orang-orang khawatir migran Hindu ilegal dari Bangladesh dapat diberikan kewarganegaraan. Di negara bagian Assam, ribuan orang melakukan demonstrasi tengah malam di beberapa kota dan desa, beberapa bergabung arak-arakan dengan membawa obor. Polisi mengatakan mereka menggunakan gas air mata untuk mendorong para demonstran di dua kota.

“Kami telah melihat demonstrasi besar-besaran di India timur laut hari ini yang telah berubah menjadi kekerasan. Polisi bereaksi dan menembakkan gas air mata ke arah mereka. Kami juga mengetahui bahwa tentara India telah bersiaga di negara bagian Assam,” kata Vohra.

“Beberapa dari orang-orang yang berdemo, mengatakan mereka tidak ingin migran diberi kewarganegaraan – baik itu Hindu ataupun Muslim – karena mereka ingin melindungi budaya leluhur mereka,” tambahnya.

Faizan Mustafa, seorang pakar hukum konstitusi dan wakil rektor di Universitas Hukum NALSAR di Hyderabad, mengatakan RUU itu bertentangan dengan konstitusi India. “RUU itu semena-mena karena tidak berdasarkan klasifikasi yang masuk akal, tidak memiliki tujuan rasional untuk dicapai, tidak mencakup semua minoritas yang tertindas,” Mustafa mengatakan pada Al Jazeera. “Itu secara konstitusi meragukan dan secara hukum tidak dapat dipertahankan tetapi mari lihat apa yang Mahkamah Agung lakukan dalam kasus ini,” tambah Mustafa.

‘Warga negara kelas dua’

Pemerintahan Modi – yang terpilih kembali pada Mei dan berada di bawah tekanan karena ekonomi yang lambat – mengatakan Muslim dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan dikecualikan dari UU itu karena mereka tidak menghadapi diskriminasi di negara-negara itu.

Minoritas lain yang dikecualikan adalah mereka yang melarikan diri dari penindasan politik atau agama di tempat lain di wilayah ini seperti Tamil dari Sri Lanka, Rohingya dari Myanmar, dan Tibet dari China.

Banyak Muslim di India mengatakan mereka telah dibuat merasa seperti warga negara kelas dua sejak Modi berkuasa pada tahun 2014. Beberapa kota yang dianggap memiliki nama yang terdengar Islami telah diganti, sementara beberapa buku seolah telah diubah untuk mengecilkan kontribusi Muslim di India.

Pada Agustus, pemerintah Modi membatalkan otonomi parsial Jammu dan Kashmir, negara bermayoritas Muslim satu-satunya India, dan membaginya menjadi dua wilayah persatuan.
Pendaftaran warga negara di Assam yang diselesaikan pada tahun ini menyisakan 1,9 juta orang, banyak dari mereka Muslim, menghadapi kemungkinan tak berkewarganegaraan, ditahan di kamp-kamp penahanan dan deportasi. Pemerintah Modi telah mengatakan pihaknya akan meniru pendaftaran warga negara itu secara nasional untuk menyingkirkan semua “penyusup” pada tahun 2024. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>