AILA: Inilah 7 Poin Penting RUU Ketahanan Keluarga yang Tak Diketahui Banyak Orang

Organisasi yang peduli terhadap isu-isu perempuan, anak, dan keluarga, Aliansi Indonesia Cinta Keluarga (AILA) Indonesia, merasa terpanggil untuk memberikan pandangan terkait Rancangan Undang-Undang Ketahanan Keluarga (RUU KK). Ketua AILA Rita Soebagio menjelaskan, RUU Ketahanan Keluarga saat ini dalam tahap pembahasan di Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR).

Setelah melakukan kajian terhadap draf yang beredar luas di masyarakat, AILA memberikan beberapa pandangan dinilai penting terkait RUU tersebut. Setidaknya ada 7 poin terkait RUU itu yang belum diketahui banyak orang.

Pertama, kata Rita, pada prinsipnya konsep ketahanan keluarga bukan sesuatu yang asing dalam peraturan perudang-undangan di Indonesia. Sebab, hal itu telah diatur baik di tingkat undang-undang, peraturan pemerintah hingga peraturan menteri.

“Antara lain, Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014 Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga, Keluarga Berencana, Dan Sistem Informasi Keluarga; Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Pembangunan Keluarga,” jelasnya dalam rilisnya diterima hidayatullah.com Jakarta pada Kamis (05/03/2020).

Kedua, tambah Rita, konsep ketahanan keluarga juga telah diatur dalam dalam sejumlah Peraturan Daerah. Seperti: Perda Provinsi Jawa Barat Nomor 9 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga; Perda Provinsi Jawa Tengah No 2 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga; Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 7 Tahun 2018; Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 2 tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Ketahanan Keluarga; Perda Kabupaten Deli Serdang Nomor 4 tahun 2017 tentang Ketahanan Keluarga; Perda Kota Banjarmasin Nomor 2 Tahun 2018 tentang Pembangunan Ketahanan Keluarga; dan masih banyak lagi.

Ketiga, lanjut Rita, meskipun konsep ketahanan keluarga telah dicantumkan dengan jelas dalam berbagai peraturan perundang-undangan tersebut, sejauh ini belum ada satu kebijakan hukum yang berlaku secara nasional yang dapat menjadi payung hukum dalam mengembangkan program ketahanan keluarga di Indonesia.

Oleh karena itu, sambungnya, AILA mendukung upaya penyusunan RUU Ketahanan Keluarga yang diinisiasi oleh sejumlah aleg di DPR dari F PKS, F PAN, dan F Gerindra sebagai bentuk kepedulian wakil rakyat terhadap isu ketahanan keluarga yang saat ini menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia.

“Keluarga sebagai satu entitas kenyataannya tidak akan pernah luput dari ancaman kerentanan (family vulnerability) baik yang berasal dari dalam maupun luar lingkungan keluarga itu sendiri, yang jika dibiarkan akan menimbulkan potensi kerusakan (potential damage) bagi suatu bangsa,” ujarnya.

Keempat, kata Rita, dalam proses penyempurnaan naskah RUU Ketahana Keluarga, AILA berharap DPR dapat melibatkan para ahli dan berbagai elemen masyarakat yang memiliki komitmen tinggi untuk mempertahankan konsep keluarga beradab sesuai dengan nilai-nilai Pancasila yang berketuhanan.

Ia mengatakan, saat ini di Indonesia telah muncul gerakan yang ingin mengubah nilai-nilai keluarga Indonesia dan mengenalkan keberagaman bentuk keluarga yang tidak terikat moral serta agama, bahkan mengakui status keluarga homoseksual dan jenis-jenis penyimpangan lainnya.

Padahal, sambungnya, UU No 52 pasal 1 secara jelas menyatakan bahwa salah satu ciri keluarga berkualitas adalah bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kelima, AILA mendukung pasal dan/atau ayat dalam RUU Ketahanan Keluarga yang telah mengakomodir dan memuat konsep ketahanan keluarga berdasarkan paradigma dan nilai-nilai keIndonesiaan, sekaligus mendorong perlunya revisi pasal dan/atau ayat yang secara potensial menimbulkan ketidakpastian hukum, baik yang secara vertikal bertentangan dengan UUD 1945 dan secara horizontal bertengangan dengan peraturan perundang-undangan lainnya.

Keenam, AILA menyatakan sangat prihatin dengan adanya kampanye penolakan dan pihak-pihak yang bersikap reaktif dalam menyikapi RUU Ketahanan Keluarga tanpa didahului dengan proses advokasi secara bertahap dan profesional.

Padahal, jelas Rita, pembahasan RUU Ketahanan Keluarga ini masih pada tahap awal, sehingga tentunya masih terdapat berbagai kekurangan yang perlu disempurnakan melalui masukan konstruktif kepada pihak pengusul.

Ketujuh, Rita mengatakan, pada tanggal 2 Maret 2020, AILA telah menyerahkan hasil kajian awal terhadap draf RUU Ketahanan Keluarga kepada pihak pengusul. “Sementara kajian bersama pakar yang otoritatif di bidangnya akan terus dilakukan oleh AILA,” imbuhnya.

Oleh karena itu, AILA mengajak seluruh elemen masyarakat agar tidak bersikap apriori, namun tetap kritis dan bijaksana dalam mengawal proses penyusunan hingga pengesahan RUU Ketahanan Keluarga ini. “(Hal ini) demi lahirnya sebuah undang-undang yang mempunyai legitimasi baik secara filosofis, yuridis, dan sosiologis, sebagai kebijakan publik berbasis keluarga,” pungkasnya. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>