Hamza Yusuf Tuai Kritik karena Dukung Normalisasi UEA-Israel

Hamza Yusuf banjir kritikan sejak secara terbuka mendukung keputusan Uni Emirat Arab (UEA) menormalisasi hubungan dengan Israel. Langkah UEA itu sebagian besar dikutuk oleh para pemimpin Muslim.

Laki-laki yang sempat dijuluki cendekiawan Muslim paling berpengaruh di dunia Barat itu menyampaikan pernyataan melalui Forum for Promoting Peace in Middle East Societies (FPPMES). Sebuah organisasi yang dipimpin oleh gurunya yang berbasis di Arab Saudi, Abdullah bin Bayyah, Kamis lalu.

Dalam pernyataannya, ia memuji langkah Putra Mahkota Abu Dhabi, Mohammed bin Zayed dan Menteri Luar Negeri UEA, Abdullah bin Zayed, mengatakan normalisasi menghentikan Israel untuk memperpanjang kedaulatannya atas tanah Palestina, dan merupakan sarana mempromosikan perdamaian dan stabilitas di seluruh dunia.

Sementara para pejabat Emirat memuji normalisasi sebagai cara yang berhasil mencegah aneksasi dan menyelamatkan solusi dua negara. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu telah berulang kali menekankan dia tetap berkomitmen mencaplok Tepi Barat Palestina.

Dosen Studi Islam Kontemporer di Universitas Oxford, Usaama al-Azami mengatakan pernyataan itu erat hubungannya dengan sejarah forum yang melegitimasi keputusan pemerintah UEA. Azami juga menggambarkan pernyataan itu sebagai strategi UEA melibatkan para ulama dan meminta mereka memberi stempel (posisi negara).

Pada 7 Juni 2017, kurang dari 48 jam setelah Arab Saudi dan UEA melancarkan blokade terhadap Teluk Qatar, FPPMS mengeluarkan pernyataan tegas yang menuduh Doha mendukung kelompok teroris, menghasut ketidakstabilan politik di negara-negara aman, dan mengobarkan konflik sektarian.

Walaa Quisay, yang gelar PhD-nya berfokus pada neo-tradisionalisme Islam di Barat, mengatakan kepada MEE Forum untuk Mempromosikan Perdamaian di Masyarakat Timur Tengah (FPPMES) menggunakan inisiatif antaragama sebagai kuda trojan untuk menciptakan aliansi strategis antara UEA dan organisasi Israel.

“Faktanya, jika Anda melihat lebih dekat pada forum perdamaian, ada kehadiran konstan organisasi Israel dan Zionis di forum perdamaian dengan premis yang mendasari toleransi, tetapi Anda jelas dapat melihat dari subteksnya tentang mempromosikan pandangan politik tertentu,” kata Quisay.

Yusuf sebelumnya menimbulkan kontroversi dengan menyalahkan orang-orang Palestina atas penderitaan mereka, mengejek pemberontakan Suriah, dan menyebut UEA sebagai negara yang berkomitmen pada toleransi. Pada Juli 2019, Yusuf dikritik karena setuju menjadi penasihat hak asasi manusia (HAM) untuk pemerintahan Donald Trump.

Menurut Abdullah bin Hamid Ali, seorang Profesor di Zaytuna College sebuah institusi yang didirikan oleh Yusuf, mengatakan Yusuf tidak sengaja merusak hak dan harapan rakyat Palestina. “Anda tidak setuju dengan pendiriannya atau berpikir dia naif adalah satu hal. Mengatakan dia munafik, sesat, atau istilah lain yang merendahkan adalah hal lain,” kata Ali dalam sebuah posting Facebook.

Seorang aktivis Muslim Palestina yang berbasis di New York, Raja Abdulhaq mengatakan Yusuf dan forumnya adalah pion yang dengan sukarela digunakan oleh UEA untuk memajukan agenda regional negara Teluk. “Sudah jelas sekarang selama beberapa tahun terakhir, ketika orang-orang seperti Hamza Yusuf, Syekh Abdullah bin Bayyah, telah membela kepemimpinan UEA, itu adalah persiapan untuk momen ini,” kata Abdulhaq.

“Dan ketika saatnya tiba bagi (UEA) membuat langkah yang sangat memalukan, orang-orang akan siap menerimanya,” ujarnya, seraya menambahkan Yusuf dan penandatangan lain pernyataan itu telah membenarkan semua tindakan UEA terhadap Muslim di seluruh dunia, khususnya di wilayah Arab. (sumber: ROL)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>