Sebut Abu Gosok, Emha Ainun Nadjib Menanggapi Pernyataan Permadi Arya soal “Islam Arogan”

Seniman senior Emha Ainun Najib atau yang biasa dikenal dengan nama Cak Nun ikut mengomentari polemik Permadi Arya alias Abu Janda yang menyebut Islam agama arogan. Budayaan asal Jombang Jawa Timur ini ikut bersuara dengan memegang prinsip lebih menyoroti maksud perkataannya karena kata Sayyidina Ali, tidak penting siapa orang yang mengucapkan, tapi apa yang dia ucapkan.

“Apa perkataannya, tidak peduli dia menjadi Abu Janda, Abu Duda, Abu Bakar, Abu Lahab, Abu Rokok, segala macam tidak penting. Yang penting perkataannya,” kata Cak Nun di saluran YouTube CakNun.com pada Senin (01/02/2021).

Dalam video berjudul “Abu Janda, Abu Bakar, Abu Gosok” Cak Nun mengingatkan kepada siapapun, agar jangan sampai kebencianmu terhadap orang mengakibatkanmu jadi tidak adil.

“Tuhan mengatakan janganlah kebencianmu kepada seseorang menjadikanmu berbuat tidak adil. Itu juga berarti janganlah kecintaanmu atau persahabatanmu dengan seseorang membuat kamu bersikap tidak adil. Nah, ini harus saya patuhi. Jadi apa yang saya ucapkan bukan karena benci atau tidak,” tutur penulis buku yang masyhur di tahun 90-an Slilit Sang Kiai ini.

Pria yang juga sering di sapa Mbah Nun itu menuturkan, sebelum membahas soal Islam agama arogan sebagaimana disinggung Abu Janda, Dia lebih dulu membahas soal apa yang disebut agama dan Islam. “Sekarang saya tanya yang dimaksud agama itu apa? Sasarannya ke manusia atau ke Tuhan? Kemudian arogan itu bisa muncul karena apa?” tanya Cak Nun membuka.
Ia menegaskan, Islam sejatinya tak bisa disebut arogan lantaran Islam adalah nilai. Islam merupakan sistem berpikir dan sistem sosial, alat yang bisa digunakan manusia atau tidak

“Kata arogan tidak berlaku untuk selain manusia. Maka kalau Islam itu arogan itu agak tidak masuk akal. Yang arogan mungkin muslim, bukan Islam. Kalau Tuhan memang arogan, kenapa Tuhan tidak boleh arogan? Kenapa Tuhan tidak boleh sombong? Tuhan gak punya apa-apa karena Dia yang bikin. Dia yang merubah apa yang tidak ada jadi ada,” katanya. “Yang bisa arogan adalah manusia, jadi yang dimaksud arogan kepada siapa? Habib, kiai atau siapa? Kalau Islam yang arogan ya lucu,” tegasnya menambahkan.

Lebih jauh, ia turut mengkritisi penggunaan kata kearifan lokal sebagaimana yang digunakan Abu Janda. Menurut Cak Nun, Abu Janda belum mempelajari secara luas soal kearifan lokal dan hanya menggunakannya berdasar pengalaman sekilas terhadap Al-Quran atau hal yang didengarnya.

Sayangnya, Cak Nun tidak menyinggul dan mempersoalkan pelanggaran hukum atau penghinaan oleh Abu Janda. Dia hanya berbicara soal maksud kearifan lokal.

“Saya melurusi apa yang kamu maksud kearifan lokal itu? Bahwa orang tua menyayangi anaknya atau seorang anak mencium tangan itu kan kearifan lokal. Jadi apa yang disebut kearifan lokal?” ucap Cak Nun. “Kearifan lokal tolong dipelajari lagi, jangan asal menyebut kata-kata yang asalnya kita tidak tahu,”lanjutnya.

Lebih lanjut, Cak Nun melihat adanya kalimat yang dipilih Abu Janda salah penggunaannya. Ada kemungkinan yang dimaksud adalah sesuatu yang spesifik sehingga menyakiti banyak orang.

Dari polemik Abu Janda, Cak Nun menyarankan agar masyarakat berpikir terlebih dahulu sebelum berbicara. Pasalnya, apa yang sudah keluar dari mulut harus bisa dipertanggungjawabkan secara makna, harfiah, atau historis.

“Saya tidak mengecam siapa pun. Sekarang kita sedang dikepung Covid-19. Pelajaran notor satu itu kewaspadaan atau dalam bahasa Arab disebut takwa. Takwa itu hanya bisa dilakukan kalau anda zikir,” tandas Cak Nun. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>