Sadari Yesus Seorang Nabi, Wanita Kristen Ini Menjadi Muslim

Ibu saya tidak pernah berbicara buruk tentang agama-agama lain, dan sebagai keluarga kami sering menghadiri upacara agama-agama lain untuk sanak keluarga yang mengikutinya.

Saya diajarkan untuk menjadi orang yang berpikiran terbuka dan tidak pernah bias. Ibu saya mengajarkan saya untuk menjadi spiritual dan saya mengikuti moral Kristen dengan didikan yang ketat.

Spiritualitas dan religiusitas ibu saya bahkan lebih berharga darpada ayah saya, karena ayah saya adalah seorang pecandu alkohol yang berjudi, dan dia sering melakukan tindak kekerasan. Sebagai seorang anak, saya cepat belajar bagaimana untuk menghindari pengaruh negatif ayah saya. Walaupun saya adalah yang termuda, dengan memiliki dua saudara laki-laki dan satu saudara perempuan.

Mulai Menemukan Kebenaran

Saya pergi ke gereja setiap minggu. Saya bersekolah di sekolah dasar biara yang sangat ketat. Saya percaya pada Tuhan, Sang Pencipta, dan bisa melihat kebijaksanaan dalam Sepuluh Perintah Allah. Saya memiliki lebih banyak kesadaran Allah daripada Yesus. Bagi saya, Yesus lebih seperti seorang nabi.

Saya harus menghafal dan belajar berbagai hal di sekolah, tapi komunikasi real saya dengan Allah adalah ketika saya berdoa dengan kata-kata saya sendiri, hanya membuka hati saya kepada-Nya karena saya tahu Dia mengerti. Saya mencintai kisah Yesus, tapi dalam pikiran saya, saya tidak menyamakan dia dengan keilahian. Saya mencintai kisah-kisah para nabi Nuh As, Musa As, dan Yesus As. Terutama dengan kisah kelahiran Yesus, dan saya memasukkannya ke dalam kategori “kisah para nabi”.

Ketika saya masih berusia 14 tahun, saya memutuskan tidak akan pergi ke gereja lagi. Saya merasa bahwa saya tidak bisa mengidentifikasi dengan pemikiran orang-orang di sana. Saya terus mendengarkan khotbah gereja, namun hal itu tidak mengarahkan saya kepada moral yang lebih tinggi.

Saya sudah terlalu besar pergi ke gereja. Saya merasa bahwa gereja telah keluar dari sentuhan realitas. Dan saya tidak pernah kehilangan iman saya pada Tuhan, dan saya selalu berharap untuk menjadi lebih baik.

Nadia, Imigran dari Libanon

Pertama, saya belajar tentang Islam ketika saya berumur 15 tahun sampai tahun 10 di sekolah tinggi. Saya bertemu dengan seorang gadis yang baru saja bermigrasi dari Libanon. Dia adalah seorang Muslim. Nadia dan saya menjadi teman. Saya bisa mengerti bahasa Arab dan Inggris, sehingga kita bisa berkomunikasi dengan baik.

Gadis-gadis Australia sebagian besar mengabaikan Nadia, tapi aku menyukainya. Menurut saya dia anak yang baik. Saya kadang-kadang berkunjung ke rumahnya, tapi dia tidak diizinkan untuk mengunjungi saya tanpa ditemani mahramnya. Saya bisa mengerti, terutama karena ayahku sering mabuk dan melakukan tindak kekerasan. Saya berharap saya dapat dilindungi seperti dia.

Nadia dan saya menghabiskan waktu selama 10 tahun bersama-sama, saat itu dia mengatakan kepada saya apa yang umat Islam percayai. Itu membuat saya ingin tahu tentang dia dan agamanya

Yesus Seorang Nabi, dan Nabi Muhammad adalah Seorang Nabi yang Terakhir
Saya ingin mengetahui bahwa Muslim percaya kepada semua nabi. Saya tertarik untuk mengetahui bahwa Yesus dianggap sebagai nabi dengan alasan yang masuk akal bagi saya. Kemudian saya mengetahui bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang nabi yang terakhir. Saya tidak pernah mendengar tentang itu sebelumnya, tapi tampaknya saya mulai mempercainya.

Informasi ini tertanam dalam pikiran saya selama beberapa tahun. Untuk mengetauhi hal itu lebih mendalam, saya sering membaca buku yang ditulis oleh Khalil Gibran, terutama buku yang ia tulis tentang Nabi.

Bertemu dengan Pria Suriah
Ketika saya berumur 20 tahun, saya bertemu dengan suami saya. Saya bertemu dia melalui saudara Nadia yang memiliki toko kue. Waktu itu pria itu suka membeli kue-kue dari toko itu, dan saya sering berada di sana untuk mengunjungi Nadia. Dia berbicara kepada saya dan melihat bahwa saya seperti orang Lebanon.

Saya ingat, waktu itu saya pernah mengutip salah satu hadist nabi yang saya baca di salah satu buku Khalil Gibran, kemudian saya mengatakan hadist itu kepada pria itu, dan dia mengatakan kepada saya bahwa ketika ia mendengar saya mengatakan hadist itu, ia berkata pada dirinya sendiri bahwa ia akan menikahi saya suatu hari nanti. Enam bulan setelah itu, ia melamar saya.

Putuskan Menjadi Muslim di Suriah
Pada saat itu, sang pria tidak mengetahui soal Islam. Jadi ketika kami menikah, ia perlahan-lahan mempelajari Islam bersama dengan saya. Dia kadang-kadang pergi menunaikan Sholat Jum’at, dan dia tidak pernah melewatkan puasa di bulan Ramadan. Kami sering berbicara mengenai Islam, dan itu jelas bagi saya bahwa suami saya kelak ingin struktur hidupnya berlandaskan Islam.

Ini adalah awal dari kami mulai menerapkan Islam. Kami menikah di Suriah (daerah asal suami saya) dan tinggal di sana selama beberapa bulan. Pada saat itu, saya belum Muslim. Kemudian, pada akhirnya saya mengucapkan dua kalimah syahadat di Suriah dan saya mengaplikasikannya dengan melakukan sholat di masjid.

Islam KTP

Di Suriah, tidak ada yang mengajarkan saya apa-apa tentang Islam. Sebagian besar keluarga suami saya tidak melaksanakan sholat, tapi semua orang mengatakan “bismillah” sebelum makan. Suami saya dibesarkan untuk menjadi Muslim, tetapi dengan pemahaman yang dangkal mengenai Islam, sehingga ia menjadi seorang Muslim yang benar-benar kurang dalam pengetahuan mengenai ajaran islam.

Pindah ke Australia, Bertemu dengan Seorang Ibu yang Mengajari Saya dan Suami Mengenai Islam

Setelah perjalanan ke Suriah, suami saya dan saya pindah ke pinggiran kota yang bernama Lakemba, Sydney, Australia. Ada banyak Muslim di sana, terutama Muslim Lebanon. Saya bekerja sebagai asisten guru bilingual di pusat anak-anak imigran. Sementara saya bekerja di sana, salah satu mengajari saya lebih dalam soal Islam.

Saat saya mengenakan baju lengan panjang, dengan syal kecil di kepala saya. Kemudian dia mengajari saya bagaimana cara melaksanakan sholat dan bertanya apakah saya adalah seorang Muslim. Saya menjawab, “Saya kira begitu”. Ibu itu juga berasal dari Suriah. Dia bertanya mengapa suami saya tidak mengajari saya cara melaksakan sholat, tetapi tanpa menunggu jawabannya, ia mengundang saya dan suami untuk mengunjungi ibu itu dan suaminya.

Ketika kami sampai ke rumahnya malam itu, dia mengatakan kepada suami saya bahwa dia akan mengajari suami saya cara melaksanakan sholat. Suami saya mulai menangis karena kebahagiaan. Semakin saya belajar tentang Islam, suami saya juga semakin semangan mempelajari islam juga.

Kami sering melakukan perjalanan kembali ke Suriah, dan di setiap kunjungan, saya akan belajar hal-hal baru mengenai Islam. (sumber: islampos)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>