Mengenal Sikap Wara

Sikap wara dalam kehidupan sehari-hari sudah langka disebut kaum Muslimin. Bahkan, kadang mereka cenderung menggampangkan sikap mulia ini, sehingga tak sedikit yang terjerumus dalam perbuatan yang tidak disukai oleh Allah.

Dalam mencari rezeki, misalnya, tanpa sikap ini kita sering kali terjerembab dalam riba, dusta, menipu, syahwat dunia, dan perbuatan tercela lainnya. Parahnya, perbuatan tersebut dilakukan tanpa merasa berdosa dengan dalih hanya untuk memenuhi kebutuhan keduniawian.

Melihat kondisi tersebut, sikap wara saat ini perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari setiap Muslim, agar hati kita bersih dari perbuatan tercela. Hal ini ditegaskan oleh Ibnul Qayyim dalam kitabnya, Al Fawaid. “Hati yang selalu terkait dengan syahwat tidak sah baginya zuhud dan wara.”

Wara secara sederhana berarti meninggalkan perkara haram dan syubhat (perkara samar). Jumhur ulama sering kali mengartikan wara ini dalam hal meninggalkan perkara syubhat dan perkara mubah yang berlebih-lebihan dan meninggalkan perkara yang masih samar hukumnya.

Ibnu Taimiyah menjelaskan sikap wara secara jelas dalam kitabnya Majmu’ Fatawa, “Sikap hati-hati dari terjerumus dalam perkara yang berakibat bahaya yaitu yang jelas haramnya atau yang masih diragukan keharamannya. Dalam meninggalkan perkara tersebut tidak ada manfaat yang lebih besar dari mengerjakannya.” (Majmu’ Fatawa, 10/511).

Terdapat banyak orang yang tidak mengetahui tentang perkara syubhat tersebut. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam penggalan sabda Rasulullah SAW, “Perkara halal sudah jelas dan yang haram pun sudah jelas. Di antara keduanya (halal dan haram) ada perkara syubhat yang banyak orang tidak mengetahuinya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Rasulullah melanjutkan dalam sabdanya bahwa siapa yang menjauhi perkara syubhat ini maka ia telah menjaga agama dan kehormatannya. Siapa yang terjerumus dalam perkara syubhat ini seperti seorang gembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya.

“Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya,” lanjut sabda tersebut.

Selain itu, Rasulullah SAW juga pernah menyampaikan nasihat berharga pada Abu Hurairah terkait sikap wara, dalam sebuah penggalan hadis sahih dijelaskan, “Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara maka engkau akan menjadi sebaik-baiknya ahli ibadah,” (HR Ibnu Majah). (sumber: ROL)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>