Hidayah adalah Misteri, Dunia Clubbing Pintu Masuk Mualaf Ameena Bersyahadat

Hidayah adalah Misteri, Dunia Clubbing Pintu Masuk Mualaf Ameena Bersyahadat. Seperti dilansir dari laman All American Muslim, perempuan tersebut berasal dari Sheffield, Britania Raya. Saat mengandung dirinya, ibu kandungnya baru berusia 17 tahun. Ya, Ameena kecil lahir sebagai anak di luar nikah.

“Aku lahir pada 12 Oktober 1973bertepatan dengan 15 Ramadhan. Aku adalah anak yang tak teringinkan. Otoritas lokal kemudian membawaku, sebagai bayi usia satu bulan, ke sebuah panti asuhan,” kata Ameena menuturkan kisahnya, seperti dikutip Republika dari All American Muslim beberapa waktu lalu.

Beberapa bulan kemudian, panti tersebut dikunjungi sepasang suami dan istri dari Liverpool. Mereka adalah Norman dan Sylvia Blake. Keduanya telah lama mengidam-idamkan hadirnya buah hati. Suami-istri tersebut pada Maret 1974 mengadopsi Ameena bayi. Sejak saat itu, ia pun menjadi bagian dari keluarga Blake. 

Dari tahun ke tahun, mereka selalu memberikan dukungan, kasih sayang, dan cinta kepadanya. Ameena tumbuh menjadi seorang gadis yang ceria. Ia sangat dekat dengan ayah angkatnya. Norman Blake sehari-hari bekerja sebagai dosen. Sementara itu, Nyonya Blake merupakan seniman. Seperti umumnya anak-anak muda, Ameena pun memiliki banyak teman. Sayangnya, ia mudah terpengaruh oleh pergaulan yang kurang baik. Dalam arti, gadis ini cenderung menyukai pesta atau menghabiskan waktu dengan jalan-jalan, bukannya belajar. 

Salah satu kenakalan yang kadang kala dilakukannya ketika itu adalah menenggak minuman keras. Di akhir pekan, ia mengajak beberapa temannya untuk masuk ke dalam tempat hiburan. Di sana, mereka melalui malam dengan berjoget dan bersenang-senang. Namun, siapa sangka hobi clubbing itulah yang mempertemukannya dengan Islam. Cerita bermula sejak dirinya berkenalan dengan seorang kawan baru. Layla, demikian namanya, merupakan perempuan Inggris keturunan Pakistan

Walaupun seorang Muslim, Layla beberapa kali ikut dalam pesta minuman keras di klub bersama dengan Ameena. Pernah pada suatu Sabtu malam, gadis ini mabuk berat. Dengan tergopoh-gopoh, ia pun dirangkul Layla untuk pulang. Karena masih dini hari, perempuan berdarah Pakistan itu membawa kawannya ke flat tempat tinggalnya. Kebetulan, kedua orang tuanya sedang berada di luar kota. Langsung saja, Layla memapah temannya yang sedang tak sadarkan diri itu ke kamarnya.

Keesokan paginya, Ameena terbangun. Untuk beberapa saat, ia merasa terkejut karena berada di dalam kamar yang bukan miliknya. Mengetahui pertolongan Layla, ia pun merasa terharu dan mengucapkan terima kasih kepadanya.

Sesudah membersihkan diri, Ameena hendak bersantai sejenak di dalam kamar kawannya itu. Tanpa sengaja, gadis ini melihat sebuah buku yang bersampul biru. Pada bagian cover, terdapat ukiran-ukiran indah yang membuatnya penasaran.

“Itu Alquran, kitab suci orang Islam. Dan ‘ukiran’ itu bukanlah hiasan, melainkan huruf Arab yang berarti ‘Alquran yang mulia,'” ujar Ameena menirukan perkataan Layla kepadanya saat itu. Ia lalu membuka-buka mushaf tersebut. Ternyata, isinya tidak hanya teks berbahasa Arab, tetapi juga terjemahannya. Pada sebuah halaman, Ameena mendapati beberapa ayat yang menyebut nama Maria (Maryam), yakni ibunda Nabi Isa. Layla kemudian menjelaskan, Islam adalah agama yang memuliakan keduanya. Bahkan, ada satu surah di dalam Alquran yang dinamakan persis seperti nama Maryam.

Ameena saat itu merasa familiar dengan kandungan surah Maryam. Sebab, kedua orang tua angkatnya tergolong religius. Mereka rutin mengajaknya ke gereja. Di rumah pun, Norman dan Sylvia Blake sering kali menghabiskan waktu sore dengan membaca buku-buku keagamaan.  
Sejak momen itu, Ameena mulai tertarik mem pelajari agama. Ia pun rajin membaca kitab agama yang dipeluk orang tua angkatnya. Dibandingkannya hasil pembacaan itu dengan Alquran. Menurut Layla, semua orang Islam meyakini bahwa Alquran adalah firman Allah, bukan buatan manusia. Pernyataan itu membuatnya tertarik.

Saat mengunjungi flatnya, kawannya itu kemudian mengakui bahwa pengetahuan dirinya tentang agama belum begitu memadai. Ia pun disarankan untuk berdiskusi dengan tetangganya, yang merupakan seorang mualaf. 

Beberapa hari berikutnya, Ameena memberani kan diri untuk berkenalan dengan tetangga Muslim tersebut. Ia bernama Dawood. Setelah mengutarakan maksudnya, ia pun mulai mengajukan berbagai pertanyaan tentang Alquran.

“Siapa yang menulis Alquran? Bagaimana membuktikan bahwa ini adalah firman Tuhan? Bagaimana dengan fakta-fakta saintifik? Itulah berbagai hal yang ingin kudapatkan jawabannya,” ucap Ameena. Dengan runtut dan jelas, Dawood memaparkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu. Menyimaknya, Ameena merasa cukup puas. Ajaran Islam menurutnya terdengar masuk akal.

Sejak saat itu, ia pun sering kali berdiskusi dengan Dawood mengenai aspek-aspek keislaman. Hingga pada suatu hari, saat keduanya sedang mengobrol tiba-tiba terdengar suara. Sumbernya berasal dari komputer milik mualaf tersebut. Ia sama sekali tidak memahami apa arti dan maksud suara itu. Bagaimanapun, kemerduan kumandang tersebut membuat batin dan pikirannya lebih tenang. Dawood lalu menjelaskan, suara yang sedang didengarkannya itu adalah azan.

Ini merupakan tanda masuk waktu shalat, yakni ibadah yang dilakukan setiap Muslim, minimal lima kali dalam sehari. “Ketika mendengarnya (azan), seluruh diriku seperti tenggelam dalam perasaan yang hangat dan lembut. Aku kira, pada saat itulah untuk pertama kalinya merasakan manisnya iman,” kenang Ameena.

Sebelum pulang, ia diberikan sebuah kepingan CD oleh Dawood. Benda itu berisi rekaman video dakwah yang berjudul Ar-Risalah (Pesan). Durasinya sekitar tiga jam. Ameena mengatakan, dirinya akan menonton tayangan itu hingga tuntas. Dalam beberapa pekan ke depan, ia membagi waktunya untuk dapat menamatkan Ar-Risalah. Ada salah satu bagian dari video tersebut yang membuatnya terkesima, yakni perihal sejarah azan.

Muazin pertama dalam historiografi Islam adalah Bilal bin Rabah. Sahabat Nabi SAW ini mengalami pelbagai ujian dalam hidupnya, tetapi selalu tegar dan teguh di jalan tauhid.

Ameena pun meluaskan minatnya pada sirah Nabawiyah dalam bahasa Inggris. Gadis ini juga membaca beberapa buku yang mengisahkan perjuangan Rasul SAW. Lama kelamaan, ia pun mengagumi sosok pembawa risalah Islam itu. Tak terasa, sudah berbulan-bulan Ameena rutin mempelajari agama tauhid. Ia melakukannya dengan membaca berbagai buku atau menonton video yang direkomendasikan kawannya.

Atas saran Dawood, ia pun mulai mengikuti kajian-kajian keislaman secara langsung. Ada satu masjid yang berlokasi cukup jauh dari rumahnya.
Di tempat ibadah ini, terdapat seorang imam yang mengikuti tarekat sufi. Pada suatu hari, Ameena pun ikut dalam pengajian yang digelarnya.
Setelah beberapa pertemuan, ia memberanikan diri untuk meminta izin berdiskusi. Sang imam dengan senang hati menerimanya. Kesempatan ini dimanfaatkannya untuk mengajukan berbagai pertanyaan tentang Islam.

Imam tersebut dapat menjawab pertanyaanpertanyaan dari Ameena. Termasuk di antaranya mengenai pandangan Alquran terhadap sains.

Ulama itu menjelaskan, banyak ayat dalam Kitabullah yang menyuruh manusia untuk menggunakan akal pikirannya. Dengan memanfaatkan potensi akal, setiap insan dapat merenungi kemahakuasaan Allah SWT.
Imam itu mencontohkan beberapa ayat dalam surah al-Mu’minun yang melukiskan penciptaan manusia. Ameena tidak menyangka, proses biologismulai dari pembelahan sel, kemunculan embrio, hingga perkembangan bayi dalam rahim itu dideskripsikan dengan detail dalam Alquran. 

Kitab ini tidak mungkin hasil kreasi manusia. Kitab ini diturunkan lebih dari 1.400 tahun silam kepada seorang yang buta huruf. Ternyata, isinya dengan tepat menjelaskan fase-fase penciptaan manusia.

Pada musim gugur 1992, Ameena pun memantapkan hatinya. Ia mengucapkan dua kalimat syahadat di masjid dengan bimbingan imam setempat. “Alhamdulillah, itulah langkah pertamaku dalam berislam,” kenangnya. Sejak memeluk Islam, ia pun memilih nama baru, yakni Ameena. Itu terinspirasi dari nama ibunda Rasulullah SAW.

Dalam beberapa hari, Norman dan Sylvia Blake belum mengetahui bahwa anak itu telah berpindah agama. Belakangan, kabar tersebut akhir nya menyeruak. Ayah tirinya mengaku kecewa, tetapi tidak sampai menghalang-halangi. Sementara itu, ibu tirinya sempat merasa khawatir.Seiring waktu, orang tua Ameena melihat kepribadian gadis itu kian membaik. Ia tidak lagi dipandang sebagai remaja yang gemar diamdiam pergi ke klub untuk khamar. Malahan, gadis itu lebih suka menghabiskan waktu dengan memperdalam ilmunya tentang Islam.

Perlahan-lahan, sikap keduanya mulai melunak. Mereka tidak lagi mempersoalkan keyakinan yang dipeluk Ameena. Hal itu tentu membuat langkah mualaf tersebut lebih ringan. (sumber: ROL)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>