Islamofobia Berdampak pada Muslimah Amerika

Ketika seorang anak bernama Dalilah Dris duduk di tingkat Sekolah Dasar (SD), anak laki-laki bertanya apakah dia sedih jika pamannya meninggal. Ia bingung sampai anak laki-laki tersebut memberi penjelasan merujuk pada Osama bin Laden.

Itu bukan terakhir kali Dris berurusan dengan Islamofobia. Beberapa tahun kemudian teman sekelasnya yang lain bertanya apakah ia baik-baik saja dengan lelucon teroris di sekelilingnya. Dris hanya menjawab, “Lakukan apa yang anggap anda benar.”

Dilansir dari Womense News, Selasa (6/12), Dris yang saat ini berusia 15 tahun masih harus berurusan dengan komentar negatif terkait menjadi seorang Muslim. Dris bereaksi dengan tenang sebab jika ia bertindak marah, maka ia baru saja mendapat reputasi buruk.

Reputasi Dris tidak mengacu pada karakter pribadinya. Hal tersebut adalah stereotipe jika beberapa Muslim berkaitan dengan kekerasan. Ini adalah salah satu penggambaran negatif yang berubah menjadi Islamophobia dan konsekuensinya.

Menurut studi di Georgetown University, pada Desember 2015, ada 53 serangan anti muslim di seluruh negeri, berbeda dengan dua serangan sekitar sembilan bulan sebelumnya. Serangan tersebut dapat berupa lisan atau fisik dan juga termasuk vandalisme, pembakaran dan pembunuhan,

Cerita dari beberapa serangan telah menjadi berita utama seperti, perempuan Muslim dan anak-anak yang sedang diserang di New York, beberapa Muslim Amerika tewas tahun ini di Amerika Serikat (AS), dan seorang wanita Muslim hamil yang diserang di Barcelona, Spanyol.

Islamofobia juga mempengaruhi gadis remaja yang tidak tampak Muslim atau Timur Tengah. Gadis keturunan Lebanon yang tinggal di Paris, Sarah Kyle (17 tahun), misalnya menerima pesan Instagram dari sesorang berisi. “Muslim adalah masalah. Mereka percaya membunuh orang lain yang tidak mempercayai Islam.” Ia mengabaikan pesan itu.

Serangan Yang Lebih Luas

Ketika Islamofobia tidak diarahkan kepada orang tertentu, hal tersebut dapat terasa seperti serangan. Keturunan Amerika-Pakistan, Merzia Subhan (17 tahun) menemukan komentar kebencian video Youtube bertajuk Islam. “Beberapa dari itu seperti ‘Muslim adalah binatang’,” kata Subhan. Ia mengakui hal tersebut mengganggunya, namun saat ini ia tidak banyak merespon perkataan tersebut. Ia juga tidak memakai pakain yang menunjukkan jika ia Muslim. “Jika saya tampak Muslim, orang lain mungkin mengatakan hal-hal rasis pada saya,” katanya.

Retorika Politik Saat Ini

Aktivis komunitas bagi masyarakat Muslim, Blair Imani mengatakan retorika politik telah memberdayakan orang yang sebelumnya tidak rasis menjadi terang-terangan terhadap Islamofobia. “Islamofobia mempengaruhi semua Muslim. Sebelum saya mulai berjilbab saya menyadari orang pikir saya bukan muslim dan mengatakan hal-hal menyangkut Islamophobia di sekitar dan itu menyakiti saya,” kata Imani.

Ketika menghadapi Islamofobia, Imani mengatakan penting untuk mengingat apa yang terjadi. Ia juga menunjukkan media sosial adalah alat yang hebat untuk membantu berita tentang Islamofobia. Lain lagi dengan Aisha Osman (15 tahun) yang memakai jilbab. Ia dipanggil dengan sebutan “Teroris” dan “Bajak Laut Somalia” oleh teman-teman sekelasnya.

Osman lalu mengambil tindakan dengan menulis surat kepada Presiden Barack Obama dan bertemu dengannya. “Saya merasa semua emosi negatif lepas dari tubuh saya dan saya senang,” kata Osman. (sumber: ROL)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>