Dinilai Cukup Kuat Pengaruhi Anak, YPMA Minta Iklan Rokok Dilarang
Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) menyampaikan, berdasarkan riset dan temuan lapangan yang dilakukan, terungkap bahwa televisi masih tetap menjadi media utama bagi anak-anak Indonesia dan cukup kuat memberikan pengaruh.
Karenanya, negara dinilai harus bertanggung jawab atas relasi antara anak dan media penyiaran. Koordinator YPMA Hendriyani mengatakan, dalam riset lembaganya juga ditemukan, 59 persen acara TV anak masuk dalam kategori tidak aman. Termasuk, ia menyoroti, terkait konten iklan utamanya iklan rokok.
Hendriyani menambahkan, selama ini ketentuan tentang perlindungan anak dan remaja yang telah ditetapkan dalam peraturan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3 dan SPS) adalah aspek yang sering dilanggar oleh stasiun televisi.
Karenanya, terang Yani, pihaknya menyesalkan draf Badan Legislasi (Baleg) DPR dalam Revisi Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang membuang kata ‘rokok’ dari ketentuan larangan iklan rokok yang ada pada draf Komisi I DPR.
“Kita tahu anak itu bagian dari publik yang paling rentan dalam persuasi media. Saat kata ‘rokok’ dibuang dari ketentuan larangan iklan, maka menjadi sebuah tanda tanya besar dimana perhatian terhadap kepentingan anak di situ,” ujarnya dalam diskusi di Gedung IASTH, Universitas Indonesia, Jakarta, awal pekan ini.
Yani menilai, Komisi I sudah sangat tepat membuat ketentuan larangan iklan rokok bersama dengan larangan iklan alkohol dan zat adiktif lainnya.
Dalam kajian media dan anak, sambungnya, rokok umumnya dikelompokkan bersama konten alkohol dan narkoba, serta masuk dalam kelompok isi media yang menimbulkan efek negatif atau antisosial.
Dengan dihapusnya rokok dalam ketentuan iklan yang dilarang, lanjutnya, Baleg sama sekali tidak memiliki kemauan baik untuk memberikan perlindungan kepada anak-anak dan remaja, yang menjadi sasaran utama iklan dan promosi rokok selama ini.
“Terlebih lagi Baleg membuat Indonesia menjadi negara yang tidak peduli pada kesehatan masyarakatnya dan hanya memikirkan kepentingan industri rokok,” tandasnya.
Sebagaimana diketahui, harmonisasi RUU Penyiaran yang dilakukan Baleg menuai banyak kecaman, karena dinilai mengabaikan kepentingan publik dan mengutamakan kepentingan industri penyiaran dan rokok. (sumber: hidayatullah)
Naskah Terkait Sebelumnya :
Indeks Kabar
- Negara Muslim Saatnya Jadi Produsen Informasi
- Kemendagri Diminta Publikasikan 3.143 Perda yang Dibatalkan
- Hari ke-16 Fase Kedatangan Jemaah di Tanah Suci, 19 Wafat
- Jualan Kebab dan Makanan Halal Dilarang di Spanyol
- Makanan Halal Buka Pintu Antaragama di Taiwan
- Karena Beragama Islam, Hakim Perempuan Amerika Ini Diancam Akan Dibunuh
- Bimbing Mualaf Selama Ramadhan, YMPM Buka Pendaftaran Dai
- Pria India Penyembah Donald Trump Akhirnya Meninggal Dunia
- Setelah Mualaf, Pegulat MMA Austria Ganti Nama Jadi Khalid
- KJRI Jeddah Rayakan Idul Fitri Bersama Masyarakat Menikmati Kuliner Nusantara
-
Indeks Terbaru
- Dulu Berpikir Islam Sarang Teroris Juga Biang Poligami, Armina Kini Bersyahadat dan Mualaf
- Kisah Penyembah Api yang Mencari Hidayah dan Masuk Islam
- Hikmah Puasa Sunnah 6 Hari di Bulan Syawal
- Kebaikan Rasulullah Terhadap Musuh-Musuhnya
- Google Kembali Pecat Karyawan Gegara Demo Israel, Total Capai 50
- Aktor dan Model Belanda Donny Roelvink Masuk Islam
- Lebih dari 16.000 Madrasah di Uttar Pradesh India Ditutup
- Selamat Idul Fitri 1445 H, Mohon Maaf Lahir-Batin
- Baznas Tolak Bantuan Palestina dari McDonald’s Indonesia
- Malam Lailatul Qadar, Malaikat Berhamburan ke Bumi
Leave a Reply