Taubat Nabi Musa Atas Kekhilafannya

Setelah Bani Israil bersama Musa a.s. keluar dari Mesir dan Allah SWT menyelamatkan mereka dari Fir’aun dan pasukan tentaranya, Allah SWT mewahyukan kepada Musa untuk menaiki Gunung Thur dan tinggal di sana selama tiga puluh malam sampai setelah dia menyempurnakan itu Allah akan memberinya papan-papan yang tertulis di dalamnya wasiat-wasiat yang akan dibawa dan diamalkan oleh Bani Israil dan juga para keturunan mereka sesudahnya.

Musa a.s. pun menjalankan apa yang telah diperintahkan Allah SWT berpuasa selama tiga puluh malam pada bulan Dzul Qa’dah seperti yang diceritakan oleh Imam al-Alusi dan lainnya dalam kitab tafsir mereka.

Setelah Musa menyempurnakan tiga malam, dia pun tidak mau mencium bau mulutnya yang baunya telah berubah. Kemudian dia membersihkan mulutnya dengan bersiwak dan memakan beberapa tumbuhan agar bisa mengubah bau mulutnya. Malaikat pun berkata kepadanya, “Sebelumnya kami menciummu ada wangi misik yang harum, namun kamu telah merusaknya dengan kamu bersiwak. Karena bau mulut orang yang berpuasa di hadapan Allah lebih baik daripada bau wangi misik. Allah SWT pun memerintahkannya agar menambah puasanya dengan sepuluh hari dari bulan Dzul Hijjah, sehingga Musa a.s. menyempurnakan puasanya selama empat puluh hari.”

Allah SWT  berfirman, “Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Musa berkata kepada saudaranya yaitu Harun, ‘Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku dan perbaikilah. Janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.’” (QS. Al-A’raaf: 142)

Setelah Musa dapat menyempurnakan miqat yang telah ditentukan atasnya dan Allah swt. telah berbicara kepadanya, Musa pun meminta kepada Tuhannya agar dapat melihat-Nya, “Tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung kepadanya), Musa berkata, ’Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.’ Tuhan berfirman, ‘Kamu sekali-kali tak sanggup untuk melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, jika ia tetap ditempatnya (sebagai sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku.’ Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Setelah Musa sadar kembali, dia berkata, ’Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang pertama-tama beriman.’”

Allah SWT berfirman, “Hai Musa sesungguhnya Aku memilih (melebihkan) kamu dari manusia yang lain (di masamu) untuk membawa risalah-Ku dan untuk berbicara langsung dengan-Ku, sebab itu berpegang teguhlah kepada apa yang Aku berikan kepadamu dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-A’raaf: 143-144)

Begitulah Musa a.s. menganggap bahwa permintaannya kepada Tuhan-nya agar dapat melihat-Nya adalah sebuah kesalahan darinya, maka dia pun bertobat kepada Tuhannya. “Mahasuci Engkau, aku bertobat kepada Engkau dan aku orang pertama-tama beriman.” (QS. Al-A’raaf: 143)

Sungguh, tidak ada yang sanggup untuk melihat rupa Allah SWT Yang Mahasuci, meskipun dia seorang nabi utusan Allah SWT. Karena itu, hendaklah kita sebagai hamba-Nya berupaya untuk selalu beribadah dengan penuh keikhlasan kepada-Nya. Takut akan murka-Nya sehingga Allah SWT akan memberkahi kehidupan kita di dunia dan di akhirat. Wallahu’alam bishawab. (w-islam.com)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>