IHW: Bahaya Jika Peran Tunggal MUI pada Fatwa Halal Disingkirkan
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah menduga adanya sejumlah pihak yang mempunyai kepentingan tertentu di dalam Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja (RUU Cilaka/kini RUU Cipta Kerja), sehingga menyingkirkan peranan MUI sebagai pemegang wewenang tunggal pemberian fatwa halal.
“Kita curigai ternyata ditukangi artinya dibajak, adanya kepentingan-kepentingan yang mengabaikan kepentingan yang lebih besar termasuk kepentingan syariah, moral dan umat bahkan dilanggar,” ujar menegaskan pada Forum Grup Diskusi (FGD) bertema ‘RUU Cipta Lapangan Kerja Undang-Undang Jaminan Produk Halal Apakah Mengancam Peran Ulama dan Mengabaikan Kepentingan Umat’, di Jakarta kemarin kutip website resmi IHW pada Kamis (20/02/2020).
Oleh karena itu, IHW menentang pengalihan kewenangan sertifikasi halal dari MUI karena tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) yang sudah ada saat ini.
“Maka ketentuan Omnibus (Law) mengenai hal itu harus dicabut sama sekali dan tidak boleh ada, itu adalah kewenangan ulama. Negara tidak boleh mengambil hukum agama,” ujarnya dalam FGD yang dihadiri antara lain Wakil Direktur LPPOM MUI Sumunar Jati dan Sekretaris Jenderal Komisi Fatwa MUI Drs Salahudin Alaiyubi itu.
Memang, dalam draf resmi Omnibus Law RUU Cilaka/RUU Ciptaker yang telah diserahkan ke DPR, Jaminan Produk Halal tetap ada. Namun, standarnya diturunkan dari semula harus berdasarkan fatwa MUI, kini bahkan bisa dilakukan oleh masing-masing ormas Islam.
IHW menilai menyebut adanya pihak yang ingin membajak Omnibus Law RUU Ciptaker terkait JPH.
Menurut Ikhsan, dalam Omnibus Law RUU Ciptaker yang menyerahkan wewenang jaminan produk halal kepada masing-masing ormas keagamaan justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan mengganggu iklim investasi. Ia menilai hal itu seperti kembali pada 30 tahun yang lalu. Padahal dalam MUI puluhan ormas Islam telah ada perwakilannya.
“Ini sangat berbahaya, karena akan memicu disintegrasi dari keulamaan yang selama ini sudah menjadi satu dalam wadah Majelis Ulama Indonesia,” ungkapnya.
Sebagaimana diketahui, Pasal 33 Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) berbunyi:
“(1) Penetapan kehalalan Produk dilakukan oleh MUI;
(2) Penetapan kehalalan Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam Sidang Fatwa Halal;
(3) Sidang Fatwa Halal MUI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengikutsertakan pakar, unsur kementerian/lembaga, dan/atau instansi terkait;
(4) Sidang Fatwa Halal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memutuskan kehalalan Produk paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak MUI menerima hasil pemeriksaan dan/atau pengujian Produk dari BPJPH;
(5) Keputusan Penetapan Halal Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh MUI;
(6) Keputusan Penetapan Halal Produk sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada BPJPH untuk menjadi dasar penerbitan Sertifikat Halal.” (sumber: hidayatullah)
Naskah Terkait Sebelumnya :
Indeks Kabar
- Pengadilan Banding di AS Bolehkan YouTube Tayangkan Film Anti-Islam “Innocence of Muslims”
- Pendidikan Agama Islam Jadi Isu Hangat di Berlin
- Komnas Perempuan Sebut Poligami Bukan Ajaran Islam, MUI: Itu Menyesatkan
- Wali Kota Paris Tolak Gym Khusus Muslimah
- Perkuat Pengawasan Penyelenggara Umrah, Kemenag Buat SIPATUH
- Harar, Kota Islam Tertua di Afrika Bertahan dalam Pengaruh Global
- Buku Laris tentang Yesus dari Reza Aslan
- Inilah Klarifikasi dari Urusan Masjid Nabawi Tentang Isu Pembongkaran Makam
- Tak Ada ‘Kasih Sayang’ dalam Siaran Valentine’s Day
- Perancang Busana Muslim Indonesia Siap Pamer Koleksi di New York
-
Indeks Terbaru
- Vegetarisme dan Islamofobia Dianggap Penghalang Pertumbuhan Sektor Halal di India
- Kisah Mualaf Seorang Bintang Hip Hop Jerman
- Shariffa Carlo Dulu Musuhi Islam, Kini Jadi Muslimah
- Irena Handono, Temukan Islam Saat Jalani Pendidikan Biarawati
- Bintang Timnas Kamerun Patrick Mboma Masuk Islam
- Islam Jalan Hijrah Mario Rajasa
- Klaim Sebagai Kuil Hindu, Nasionalis India Ingin Rubah Citra Taj Mahal
- Stevanus Hanzen, Berawal dari Lagu Islami
- Partai Politik India Mempermasalahkan Pengeras Suara Masjid Melantunkan Adzan
- Hiroaki Kawanishi, Mualaf yang Ingin Sebarkan Islam di Jepang
Leave a Reply