Terdakwa Penodaan Agama di Tanjungbalai Dituntut 1,6 Tahun Penjara

Meiliana (44), terdakwa perkara penodaan agama yang memicu kerusuhan bernuansa suku, agama, ras, antargolongan (SARA) di Tanjung Balai, Sumatera Utara (Sumut), dua tahun lalu, menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Medan, pekan ini (13/08/2018). Perempuan ini dituntut dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara.

Tuntutan terhadap Meiliana disampaikan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) di hadapan majelis hakim yang diketuai Wahyu Prasetyo Wibowo. Dalam tuntutannya, mereka menyatakan perempuan itu telah melakukan perbuatan yang diatur dan diancam dengan Pasal 156 dan Pasal 156A KUHP.

“Satu, menyatakan terdakwa Meiliana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,” ujar JPU Anggia Y Kesuma, kutip Merdeka, Senin.

“Dua, menjatuhkan kepada terdakwa pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan dikurangi masa tahanan sementara,” lanjutnya. Mendengarkan tuntutan JPU, Meiliana menangis. Dia terlihat menyeka air matanya.

Persidangan ini kemudian ditunda. Sidang selanjutnya dijadwalkan digelar Kamis (16/08/2018) ini dengan agenda pledoi atau pembelaan dari terdakwa.

Dalam perkara ini, Meiliana didakwa melakukan penodaan terhadap agama Islam yang kemudian memicu peristiwa kerusuhan SARA di Tanjung Balai sekitar 2 tahun lalu.

Dalam dakwaan JPU disebutkan, perkara itu bermula saat Meiliana mendatangi tetangganya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjung Balai Kota I, Tanjung Balai Selatan, Tanjung Balai, Jumat (22/07/2016) pagi.

Dia berkata kepada tetangganya, “Kak tolong bilang sama uwak itu, kecilkan suara masjid itu kak, sakit kupingku, ribut,” sambil menggerakkan tangan kanannya ke kuping kanan.

Permintaan Meiliana disampaikan ke BKM Al Makhsum. Jumat (29/072016) sekitar 19.00 WIB, pengurus masjid mendatangi kediamannya dan mempertanyakan permintaan perempuan itu. “Ya lah, kecilkanlah suara masjid itu ya, bising telinga saya, pekak mendengar itu,” jawab Meiliana.

Sempat juga terjadi adu argumen ketika itu. Setelah pengurus masjid kembali untuk melaksanakan salat isya, suami Meiliana, Lian Tui, datang ke masjid untuk meminta maaf.

Namun kejadian itu terlanjur menjadi perbincangan warga. Masyarakat menjadi ramai. Sekitar pukul 21.00 WIB, kepala lingkungan membawa Meiliana ke kantor kelurahan setempat. Sekitar pukul 23.00 WIB, warga semakin ramai dan berteriak.

Bukan hanya itu, warga mulai melempari rumah Meiliana. Kejadian itu pun meluas. Massa mengamuk membakar serta merusak sejumlah vihara dan klenteng serta sejumlah kendaraan di kota itu.

Peristiwa itu pun masuk ke ranah hukum. Meiliana dilaporkan ke polisi. Komisi Fatwa MUI Provinsi Sumatera Utara membuat fatwa tentang penistaan agama yang dilakukan Meiliana.

Penyidik kemudian menetapkan Meiliana sebagai tersangka. Sekitar 2 tahun berselang, JPU menahan perempuan itu di Rutan Tanjung Gusta Medan sejak 30 Mei 2018. (sumber: hidayatullah)


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>